TIDAK PERLU KELILING DUNIA

WELCOME TO THE NURSE ASRAMA

keperawatan

Kamis, 16 April 2009

askep Halusinasi

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian Halusinasi
Secara umum halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata. Ada beberapa pengertian halusinasi, diantaranya adalah :
a. Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan eksternal (Cook and Fontaine, 1987).
b. Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (W. Maramis, 1990).
c. Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indera tanpa stimulus ekstern atau persepsi palsu (Lubis,1993).
2. Jenis Halusinasi
Halusinasi dapat terjadi pada kelima indera sensoris utama yaitu :
a. Pendengaran terhadap suara
Klien mendengar suara-suara yang tidak berhubungan dengan stimulus yang nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

b. Visual terhadap penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.
c. Taktil terhadap sentuhan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
d. Pengecap terhadap rasa
Klien merasa makan atau mengecap sesuatu yang tidak nyata.
e. Penghidu terhadap bau.
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
3. Penyebab Halusinasi
Individu yang berhalusinasi sering beranggapan bahwa sumber penyebab itu berasal dari lingkungan, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologis terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, sedih, marah, rasa takut ditinggalkan orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan ego, pikiran dan perasaannya sendiri.
Secara umum dikatakan yang mengancam harga diri dan keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi. Selain itu kecemasan, kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi mengenai perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun sehingga segala sesuatu sukar dibedakan mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari lingkungan (Keliat, 1998).
Ada 2 (dua) faktor penyebab terjadinya halusinasi, yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Meliputi perkembangan sosial kultural, psikologis, genetik dan biokimia.
b. Faktor presipitasi
Dirumah sakit jiwa, rangsangan lingkungan sering sebagai pencetus halusinasi yaitu partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak bicara, objek yang ada dilingkungannya dan suasana sepi.
4. Rentang Respon Halusinasi
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon sehingga perawat dapat menilai apakah respon klien masih adaptif atau maladaptif. Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi (Stuart dan Laraia, 2001).

Respon Adaptif Respon Maladaptif







5. Tanda dan Gejala
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan perubahan persepsi sensori halusinasi dengar yaitu bicara atau senyum sendiri, klien mengatakan mendengar suara-suara, marah tanpa alasan, merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan, tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata, tidak dapat berkonsentrasi, curiga dan bermusuhan, menarik diri dan menghindar dari orang lain, sulit membuat keputusan, ketakutan, tidak mampu mengurus diri sendiri, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang biasanya diberikan kepada klien dengan masalah utama perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut :
a. Chlorpromazine (CPZ)
Merupakan obat antipsikosis dengan nama dagang : Largactil, Promactil, Ethibernal. Indikasinya yaitu sindroma psikosis dengan hendaya berat dalam menilai realitas yang dimanifestasikan : kesadaran diri terganggu, daya nilai terganggu, daya tilik terganggu serta hendaya berat pada fungsi mental dengan manifestasi : gangguan asosiasi pikiran (inkoheren), isi pikir tidak wajar (waham), gangguan persepsi halusinasi, gangguan perasaan, perilaku aneh dan tidak terkendali. Hendaya berat dalam kehidupan sehari-hari dengan manifestasi : tidak mau bekerja, hubungan sosial/kegiatan rutin. Kontra indikasinya antara lain : hepatotoksik, hematotoksik, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan alkohol, penyakit susunan saraf pusat dan gangguan kesadaran.
Mekanisme kerja obat ini yaitu : memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek sampingnya adalah sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik, parasimpatoliptik : mulut kering, dan kesulitan miksi serta defekasi, hidung tersumbat, tekanan introkuler tinggi, gangguan irama jantung), gangguan ekstra piramidal (distonia, akatshia, sindroma parkinson tremor, bradikinesia rigiditas) gangguan endokrin (amenore, ginekomastia), gangguan metabolik (jaundice), hematologi (agranulositosis) biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
b. Haloperidol (HP)
Indikasi obat ini adalah hendaya berat dalam kemampuan menilai realita serta hendaya berat dalam kondisi kehidupan sehari-hari. Kontra indikasinya adalah penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan alkohol serta gangguan kesadaran. Mekanisme kerja yaitu sebagai obat anti psikosis dalam memblokade dopamin, pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek sampingnya antara lain sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatik : mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur dan tekanan intraokuler meningkat, gangguan irama jantung).
c. Trihexilphenidil (THP)
Indikasi obat ini untuk segala jenis Parkinson termasuk pasca encefalitis dan idiopatik, sindroma parkinson, akibat obat misalnya : Reserpin dan Fenothiazine. Kontra indikasinya antara lain : hipersensitif terhadap THP glaukoma sudut sempit, takiaritmia, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostat dan obstruksi saluran cerna. Mekanisme kerja obat ini sinergis dengan kinidime, obat antidepresan presiklik, dan antikolinergik lainnya. Sedangkan efek sampingnya dapat berupa penglihatan kabur, mulut kering, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardi, dilatasi ginjal dan retensi urin.

B. Asuhan Keperawatan
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga dan atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Carpenito, 1989 dikutip oleh Keliat, 1991). Asuhan keperawatan pada klien untuk memecahkan masalah klien dengan menggunakan proses keperawatan. Dalam proses keperawatan, perawat memakai latar belakang pengetahuan pasien, mendiagnosa, merencanakan intervensi keperawatan (Keliat.dkk,1998).

Tahap-tahapan dari proses keperawatan tersebut adalah :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Sundeen, 1995). Isi pengkajian meliputi identitas klien, keluhan utama atau alasan masuk, faktor predisposisi, aspek fisik atau biologis, aspek psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan dan aspek medik.
Dari data yang dikumpulkan, perawat langsung merumuskan masalah keperawatan pada setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah. Agar penentuan pohon masalah dapat dipahami, perlu diperhatikan tiga komponen yang terdapat pada pohon masalah yaitu penyebab (causa), masalah utama (core problem), dan akibat (effect).



Pohon Masalah :
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Diagnosa Keperawatan
Dalam keperawatan jiwa ditemukan diagnosa keperawatan dimana jika etiologi sudah diberikan tindakan dan pemasalahan belum selesai, maka permasalahan dijadikan etiologi pada diagnosa yang baru, demikian seterusnya. Jika permasalahan tersebut menjadi etiologi, maka tindakan diberikan secara tuntas. Dalam diagnosa keperawatan seluruh pernyataan dituliskan jika pernyataan pohon masalah diangkat menjadi permasalahan.
Diagnosa keperawatan dari pohon masalah adalah sebagai berikut :
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
b. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.


Menurut FASID (1993) dan INFI (1996), diagnosa yang mungkin timbul pada klien dengan halusinasi secara umum adalah :
a. Resiko tinggi terjadi tindak kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi dengar.
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar berhubungan dengan menarik diri.
c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya motivasi.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah dicapai. Sedangkan tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosa tertentu dan merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki klien.Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus tersebut.
Berikut ini rencana keperawatan yang ditemukan pada klien dengan halusinasi pendengaran :
a. Diagnosa keperawatan I
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.

Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1). Klien dapat membina hubungan saling percaya
a). Bina hubungan saling percaya.
b). Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
c). Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
2). Klien dapat mengenal halusinasinya
a). Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
b). Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya.
c). Bantu klien mengenal halusinasinya.
d). Diskusikan dengan klien tentang situasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi.
e). Diskusikan dengan klien mengenai perasaan saat timbulnya halusinasi.
f). Motivasi klien untuk mengungkapkan atau melaporkan kepada perawat ketika halusinasi timbul.
3). Klien dapat mengontrol halusinasinya
a). Identifikasi bersama klien tindakan apa yang dilakukan bila halusinasi muncul.
b). Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan klien yang positif.
c). Diskusikan bersama klien cara baru untuk mecegah terjadinya halusinasi.
d). Bantu klien memilih dan melatih cara mengontrol halusinasi secara bertahap.
e). Beri kesempatan klien untuk melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya. Evaluasi hasilnya dan beri reinforcement positif jika berhasil.
f). Anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok.
4). Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
a). Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat
b). Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
c). Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan
d). Diskusikan akibat berhenti obat tanpa konsultasi
e). Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 (lima) benar.
5). Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
a). Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga bila mengalami halusinasi
b). Diskusikan dengan keluarga tentang gejala halusinasi yang dialami klien,cara yang dapat dilakukan keluarga dan klien untuk memutus halusinasi,cara merawat keluarga dengan halusinasi dirumah, serta beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
b. Diagnosa Keperawatan II
Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
Tujuan Khusus:
1). Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a). Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topik yang akan dibicarakan, tempat berbicara, waktu berbicara).
b). Berikan perhatian dan penghargaan : temani klien walaupun klien tidak menjawab, katakan “saya akan duduk di samping anda jika ingin mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan”. Jika klien menatap perawat, katakan “ada yang ingin anda katakan ?”.
c). Dengarkan klien dengan empati.


2). Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
a). Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
b). Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
c). Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul.
d). Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
3). Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
a). Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
b). Bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien untuk bergaul.
c). Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
d). Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
e). Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
f). Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
g). Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
h). Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
i). Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
4). Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap
a). Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
b). Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap : K-P, K-P-P lain, K-P-P lain-K lain, K-Kel/Klp/Masy.
c). Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d). Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang lain.
e). Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
f). Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan.
g). Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.
5). Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah melakukan hubungan sosial.
a). Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
b). Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
c). Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
6). Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
a). Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
b). Diskusikan dengan anggota keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri, akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi serta cara keluarga menghadapi klien menarik diri.
c). Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
d). Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali dalam seminggu.
e). Beri reinforcement positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.
c. Diagnosa Keperawatan III
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Tujuan Khusus :
1). Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
a). Bina hubungan saling percaya.
b). Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit yang diderita.
c). Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
d). Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2). Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a). Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b). Setiap bertemu klien, hindarkan memberikan penilaian negatif. Utamakan memberi pujian yang realistis.
3). Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan :
a). Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit misalnya penampilan klien dalam self care, latihan fisik dan ambulasi serta aspek asuhan terkait dengan gangguan fisik yang dialami klien.
b). Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya setelah pulang sesuai dengan kondisi sakit klien.
4). Klien dapat menetapkan (merencanakan) kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
a). Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat digunakan setiap hari sesuai kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
b). Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c). Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5). Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuan.
a). Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang tidak direncanakan.
b). Beri pujian atas keberhasilan klien.
c). Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6). Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a). Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien harga diri rendah di rumah.
b). Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c). Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.


4. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya saat ini. Pengelolaan dari rencana tindakan keperawatan yang ada untuk mengatasi masalah keperawatan hendaknya menggunakan empat metode tindakan keperawatan yaitu observasi, pendidikan kesehatan, terapi keperawatan dan terapi kolaboratif. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan serta peran serta klien yang diharapkan. Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien.
Prinsip tindakan keperawatan pada klien dengan halusinasi menurut Stuart dan Sundeen (1998) adalah bina hubungan saling percaya, kaji gejala halusinasi, fokuskan pada gejala dan minta klien menguraikan apa yang sedang terjadi, identifikasi apakah klien sebelumnya pernah menggunakan obat atau alkohol, bantu klien untuk menguraikan dan membandingkan hal yang sekarang dengan yang terakhir dialaminya, dorong klien untuk mengamati dan menguraikan pikiran, perasaan dan tindakannya, sekarang atau yang lalu berkaitan dengan halusinasi yang dialaminya, bantu klien menguraikan kebutuhan yang mungkin tercermin pada isi halusinasinya, bantu klien mengidentifikasi apakah ada hubungan antara halusinasi dengan kebutuhan yang mungkin tercermin, sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam pemenuhan kebutuhan dan identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi kemampuan klien untuk melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan dan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan tujuan umum yang telah ditentukan.
Hasil yang diharapkan setelah merawat pasien dengan halusinasi menurut Hamid (2000) adalah :
a. Klien mampu : memutus halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan, melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai jadwal yang dibuat klien, meminta bantuan keluarga, menggunakan obat dengan benar serta melakukan follow up secara teratur.
b. Keluarga klien dapat : mengidentifikasi gejala halusinasi, merawat klien dirumah, mengetahui cara memutuskan halusinasi dan mendukung kegiatan klien serta menolong klien menggunakan obat dan follow up.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar