TIDAK PERLU KELILING DUNIA

WELCOME TO THE NURSE ASRAMA

keperawatan

Sabtu, 25 April 2009


ASKEP NEFROTIK SYNDROM

BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang
WHO telah menetapkan suatu program yang disebut dengan HFA (health For ALL) tahun 2000, artinya pada tahun 2000 setiap penduduk dunia berhak untuk mendapatkan kesehatan yang optimal. Sedangkan untuk Indonesia, pemerintah telah merencanakan program “ Indonesia Sehat 2010”.
Salah satu indicator keberhasilan tercapainya program Indonesia 2010, adalh infant Mortality Rate (IMR), berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang kesehatan (RPJK) yang terdapat dalam Sistem Kesehatan Nasional, dijelaskan bahwa “kematian anak balita menurun dari 40 per 1000 balita dewasa ini menjadi setinggi-tingginya 15 per 1000 anak balita pada tahun 2000”.
Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit yang dapat menyerang anak-anak dan memerlukan perawatan di rumah sakit sindrom nefrotik lebih sering dijumpai.
Pada anak usia 1 – 5 tahun dengan perbandingan antara wanita dan pria adalah 1:2 .
Penyakit sindrom nefrotik ini dapat kambuh kembali apabila pengobatan dan perawatannya tidak teratur. Di samping itu sindrom nefrotik perlu pengobatan yang relatif lama.
Pengobatan steroid yang lama dapat menimbulkan efek samping. Nancy pomerhn Nelson dan Julie deckle, menerangkan beberapa efek samping dari penggunaan steroid yaitu: distensi abdomen, wajah bulat, ulkus gaster, gagal dalam pertumbuhan, hipertensi, panu dan demineralisasi tulang.
Tidak jarang penderita sindrom nefrotik dengan komplikasi berakhir dengan kematian. Masalah utama pada penderita sindrom nefrotik adalah penimbunan cairan dan rentan terhadap infeksi sekunder. Perawat sebagai profesi yang memiliki ilmu dan ketrampilan khusus , diharapkan dapat berperan dalam pelaksanaan perawatan yang paripurna melalui proses keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengalaman secara langsung dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi masalah yang diharapkan masalah yang dihadapi oleh pasien dengan sindrom nefrotik.
b. Untuk mengetahui rumusan diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan sindrom nefrotik.
c. Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom nefrotik.
d. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom nefrotik.
e. Untuk mengetahui tanggapan pasien setelah diberikan asuhan keperawatan.

C. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini yaitu terdiri dari tiga Bab. Dimana Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari, latar belakang, tujuan, sistematika penulisan. Bab II berisi tinjauan teoritis yang menguraikan tentang pengertian, penyebab, tanda dan geja, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, prognosa, pencegahan, pengobatan. Bab III Asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, tujuan, dan intervensi. Dan Bab IV berisi tentang rangkuman.







BAB II
LANDASAN TEORITIS



A. Pengertian
- Sindrom nefrotik adalah sebagai suatu sindrom yang disebabkan oleh perubahan generatif ginjal tanpa peradangan. (susan martin tucker)
- Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesteronemia (Dr. Rusepno Hasan dkk).
Dari dua pendapat tersebut di atas, sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesteronemia yang disebabkan oleh kelainan generatif tanpa adanya peradangan pada ginjal, dimana terjadinya peningkatan permeabilitas membran basalis glomrolus terhadap protein.

B. Etiologi
a. Penyakit parenkim ginjal primer
- glomeulonephritis akut pasca streptokokus
- glomeulonephritis idiopatik
b. Penyakit metabolic dan jaringan kolagen (sistemik)
- Diabetes mellitus
- Amiloidosis
- Henoch Schoelein Purpura
- Lupus eritematosus Sistemik
c. Gangguan sirkulasi sistemik
- Gangguan sirkulasi mekanik
- Right heart syndrom : kelainan katub trikuspidalis.
- Perikarditis dan tamponade jantung, penyakit jantung kongesti refrakter
- Trombosis vena renalis
d. Penyakit keganasan
- Penyakit Hodkin
- Limposarkoma
- Mieloma Multiple
e. Penyakit infeksi
- Malaria
- Syphilis
- Typoid abdominal
- Herpes zozter
- Hepatitis B
f. Toksin spesifik
- Logam berat : emas, bismuth, mecuri.
- Obat-obatan : trimetadion, parametadion, penisilamin.
g. Kelainan congenital
- syndrom nefrotik herediter
h. Sirosis hepatis, kahamilan, obesitas, transplantasi ginjal.

C. Tanda dan Gejala
Gejala klinik yang nampak adalah
1. Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
2. Edema dapat mencapai 40 % dari berat badan.
3. Edema disekitar mata, perut, genetalia dan ekstremitas bawah lebih menonjol
4. Edema anasarka biasanya pada pasien dengan hipoalbuminemia berat (kurang dari 1,5 gr/100 ml)
5. Biasanya timbul asites dimana pasien mengeluh sesak nafas karena pleural effusion.
6. Sering dijumpai kulit ekstremitas pucat, mudah terjadi kerusakan dan rentan terhadap infeksi sekunder.
7. klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
8. volume urin berkurang, warna agak keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia
D. Patofisiologi
PERMEABILITAS GLOMERULUS MENINGKAT

Kebocoran PBH melualui urin Kenaikan filtrasi LIPIDURIA
(protein-bound hormon) plasma protein

Penurunan plasma T-4 HIPERKOLESTROLEMIA

Kenaikan rebsorbsi ALBUMINURIA Kenaikan sintesis
Plasma protein protein dlm sel hepar

Katabolisme albumin HIPOPROTEINEMIA Penurunan volume
Dalam sel tubulus intravaskular

Malnutrisi Kenaikan volume
Cairan interstisial
Kehilangan protein
Melalui usus (enteropati)

Kerusakan sel tubulus

AMINOASIDURIA SEMBAB/EDEMA


(Ilmu Penyakit Dalam, Soeparman, Hal 286, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1990)






SINDROM NEFROTIK

PROTEIURIA MASIF

HIPOALBUMINEMIA

TEKANANAN ONKOTIK KAPILER

Volume darah efektif

Aktivasi Simaptetik Renin angiotensin
Circulating Catecholamine
Humoral
Tahanan Vaskular Ginjal
Aktivasi Aldosteron
Desakan Starling & Tekanan
Kapiler Peritubular
Reabsorpsi Na+ pada tubulus

LFG
NATRIURESIS

VCES

SEMBAB

Patogenesis Sembab/edema pada sindrom nefrotik


(Ilmu Penyakit Dalam, Soeparman, Hal 292, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1990)



E. Pemeriksaan Diagnostik
- Urinalisa
- Urine 24 jam
- Biopsi ginjal
- Serum kimia

F. Prognosa
Prognosa untuk kesemuhan akhir pada umunya baik walaupun kemungkinan berulangnya penyakut lazim terjadi dan keadaan seperti septicemia, peritonitis, atau syok dapat terjadi, akan tetapi sebagian besar pasien seperti alergi dan mempunyai harapan sehat di masa depan.
G. Pencegahan
1. Istirahat
Istirahat baribg dapat mempercepatnya hilangnya edema, ditujukan terutama pada pasien dengan edema anasarka dan infeksi.
2. Diet
Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
H. Pengobatan
1. Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan bila terdapat infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
3. Digitalis
Diberikan pada pasien yang disertai gagal jantung
4. Tindakan mekanik
Fungsi asites, fungsi pleura dan fungsi pericardial dilakukan apabila ada indikasi vital
5. Pengobatan kortikosteroid
a. selama 28 hari, prednison diberikan peroral sebanyak 2 mg/kg/BB/hari dengan dosis maksimum sehari 80 mg.
b. Kemudian 28 hari kedua, prednison diberikan peroral sebanyak 1,5 mg/kg BB/ hari setiap 3 hari dalam satu minngu dengan dosis maksimum 60 mg/sehari. Bila terdapat respon, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minngu.













BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN




A. Pengkajian
Ds :
- Apakah terjadi perubahan pola berkemih?
- Apakah orang pernah sakit kepala dan mual?
- Apakah selera berubah? Apakah anoreksia?
- Apakah suka kecapaian?
Do :
- oedema : besar, lokasi, tingkat lekukan.
- Intake dan output : pemantauan tiap 6 jam sampai stabil
- Penimbangan berat badan dan pengukuran lingkar perut.
- Kondisi kulit : pengkajian yang sering dari menghebatnya edema yang bisa memecahkan kulit.
- Status respiratori : pemantauan tiap giliran dinas sekali (karena memburuknya kegagalan ginjal, oedema paru-paru)
- Tanda-tanda dan gejala infeksi
- Hasil pemeriksaan lab:proteinuria, LDL (Low Density Lipoprotein) dan VLDL selalu meninggi (Very Low Density Lipoprotein) meninggi, HDL normal atau menurun.






B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan volume cairan (lebih) b/d kerusakan permeabilitas glomerolus terhadap protein, sodium dan air.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.kehilangan protein melalui urin.
3. intoleran aktivitas b/d lethargi, kelemahan fiik dan bedrest.
4. Resiko terhadap infeksi b/d efek pemakaian steroid, bedrest dan edema

C. Tujuan
Tujuan umum : Untuk mengurangi proteinuria, koreksi hipoalbuminemia, menghilangkan sembab dan mencegah penyulit-penyulit.
Tujuan khusus:
- Dx I : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
- Dx II : Kebutuhan nutrisi (protein) tubuh terpenuhi.
- Dx.III : Klien dapat berpartisipasi dalam melakukan aktivitas untuk mencegah kebosanan dan klien tidak tergantung pada orang lain dalam melakukan aktivitas
- Dx.IV : Tidak terjadi infeksi






















D.RENCANA TINDAKAN
Diagnosa Keperawatan Kriteia Hasil Rencana Tindakan Rasional
Dx. I
Gangguan Volume cairan (lebih) b/d kerusakan permeabilitas glomerolus terhadap protein, sodium dan air.
( Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, Hal. 615)



























Kriteria hasil :
- edema anasarka
- intake dan output seimbang
- tidak terjadi proteinuria.




































- 1.1 kaji tanda – tanda kelebihan cairan (ukur tekanan darah, timbang berat badan, periksa adanya edema)




1.2 catat intake dan output setiap hari pada waktu yang sama








1.3 berikan diit rendah garam tinggi protein sesuai aturan.





1.4 Test berat jenis urin dan adanya protein dalam urin





1.5 Test jumlah protein, albumin dalam darah.

1.6 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan.




1.1 Pada nefrotik syndrom terjadi hypoalbuminemia sehingga tekanan osmotic plasma berkurang dengan tekanan hidrostatik kapiler meningkat sehingga terjadi kebocoran plasma ke jaringan intertisia dan terjadilah edema.
1.2 Pemantauan cairan peroral dengan parenteral serta output yang cermat diperlukan untuk pengendalian edema, selain mengetahui jumlah dan komposisi zat gizi yang masuk ke dalam tubuh untuk mengimbangi kehilangan protein yang terjadi
1.3 Pemberian diit rendah garam tinggi protein diperlukan untuk mengurangi edema dan untuk mengganti protein melalui urine, sehingga protein dalam tubuh mencukupi kebutuhan.
1.4 Peningkatan derajat jenis urin menunjukkan kepekatan urine dan banyaknya elektrolit yang keluar melalui urine. Protein dalam urine meninjukkan adanya kerusakan pada glomerolus.
1.5 Untuk mengetahui banyaknya penurunan protein yang terjadi.
1.6 Pemberian obat yang tepat dan cepat akan mempercepat proses penyembuhan penyakit.
Diagnosa Keperawatan Kriteia Hasil Rencana Tindakan Rasional
Dx. II
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, kehilangan protein melalui urine
(Rencana Askep, Doenges, hal 620) Kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Wajah tidak pucat
- Albumin dalam batas normal (3,5 – 5,5 gr/dl) 2.1 Kaji staus nutrisi kien


2.2 Berikan diit tinggi protein


2.3 Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering




2.4Catat intake makanan setiap habis makan.
2.5Berikan suasana yang menyenangkan dan santai saat makan.
2.1Status nutrisi ditegakkan sebagai perbandingan dalam menentukan perubahan nutrisi klien selama sakit.
2.2 Diit tinggi protein diperlukan untuk menggantikan hilangnya protein dalam urine.
2.3 Dengan porsi makan yang kecil tapi sering akan membantu klien untuk tetap dapat mempertahankan staus nutrisinya.
2.4 Untuk mengevaluasi jumlah kalori yang masuk
2.5 Suasana yang menyenangkan dan santai akan berpengaruh terhadap kondisi psikologis klien.






Diagnosa Keperawatan Kriteia Hasil Rencana Tindakan Rasional
Dx. III
Intoleran aktivitas b/d lethargi, kelemahan fisik dan bedrest
(Rencana Askep, Doenges, 536)
Kriteria hasil :
- Tubuh tidak terasa lemah lagi
- Wajah tidak pucat dan nampak segar
- Bisa melakukan aktivitas fisik sendiri. 3.1 Kaji tingkat respon terhadap aktivitas




3.2 Pantau nadi selama dan sesudah aktivitas.


3.3 Rencanakan perawatan untuk memberikan istirahat yang optimal


3.4 Berikan dorongan dan ajarkan pernafasan bibir aktifitas.



3.5 Panatu terhadap tanda keletihan ekstremitas, nyeri dada atau diaforesis selama dan sesudah aktifitas.
3.1Peningkatan toleransi aktifitas-altifitas menunjukkan ketidaktergantungan klien sehingga perawat mampu merencanakan intervensi berikutnya.
3.2 Vital sign dapat berubah apabila beraktifitas berlebihan sehingga menimbulkan kelelahan
3.3 Klien harus beristirahat optimal sehingga tidak melakukan aktifitas berat yang memerlukan energi lebih banyak.
3.4 Pernafasan bibir mempertahankan jalan nafas yang terbuka lebih lama selam ekhshalasi dan pengeluaran.
3.5 Keletihan ektremitas menandakan ketergantungan penuh terhadap perawat sehingga perawat mampu menentukan intervensi selanjutnya.














Diagnosa Keperawatan Kriteia Hasil Rencana Tindakan Rasional
Dx. IV
Resiko terhadap infeksi b/d pemakaian steroid, bedrest dan edema
(Rencana Askep. Doenges, Hal. 622) Kriteria hasil :
- Tidak terdapat protein dalam urine
- Edema berkurang
- Urine berwarna kuning jernih
- Suhu dan tubuh dalam batas normal. 4.1 Kaji tanda-tanda infeksi


4.2 Pantau kadar leukosit dalam darah

4.3 lakukan perawatan kulit secara teratur (mandi teratur, masase kulit dll)

4.4 Anjurkan klien ambulasi dini




4.5 Penuhi nutrisi secara optimal
4.1. Pemantauan tanda-tanda infeksi dini akan memperoleh proses penanganan selanjutnya
4.2 Peningkatan leukosit menandakan adanya infeksi dalam tubuh.
4.3 Perawatan kulit meningkatkan kulit tetap kering dan bersih sehingga tidak mudah terjadi infeksi.
4.4 Ambulasi dini mencegah dari atrofi otot, penekanan yang lama pada salah satu bagian tubuh dapat menyebabkan gangguan sirkulasi.
4.5 Nutrisi optimal dapat mencukupi kebutuhan tubuh sebagai proteksi alami dari tubuh.





BAB IV
PENUTUP



A. Rangkuman
Dalam makalah ini penulis telah menyimpulkan sebagi berikut :
- Sindrom nefrotik adalah sebagai suatu sindrom yang disebabkan oleh perubahan generatif ginjal tanpa peradangan.
- Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesteronemia.
- Adapun tanda dan gejalanya adalah kenaikan berat badan secara progresif , edema, asites, kulit ekstremitas pucat, klien mudah lelah, volume urin berkurang
- Prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan nefrotik sindrom adalah didasarkan pada permasalahan yaitu mengatasi perubahan volume cairan, perubahan nutrisi,intoleran aktifitas dan potensial infeksi.

ASKEP GOUT

BAB II
Isi


KONSEP DASAR TEORI
1. Pengertian
Penyakit gout merupakan kelainan metabolisme purin bawaan yang ditandai dengan peningkatan kadar asam urat serum dengan akibat penimbunan kristal asam urat di sendi yang menimbulkan atritis urika akut. Purin merupakan unsur pembentuk nukleoprotein yang merupakan sumber asam urat. Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau sekresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu. Gout jarang ditemukan pada wanita, sekitar 95 % penderita gout ini adalah pria biasanya memperlihatkan gejala pada usia dewasa muda, dengan puncaknya setelah usia lebih 40 tahun karena pada keadaan normal kadar asam urat meningkat setelah masa pubertas sedangkan pada wanita tidak meningkat tapi setelah menopause. Penyakit ini sering menyerang sendi perifer kaki dan tangan tersering mengenai persendian metatarsofalangeal ibu jari kaki.

2. Etiologi
- Diet tinggi purin.
- Alkohol.
- Obat-obatan yang dapat menghambat ekskresi asam urat (aspirin, deuretik, levodopa, diazoksid, asam nikotirat, asetozolamid dan ethambutol).
- Generik.



3. Tanda dan Gejala
- Timbulnya Tofi pada sendi sinovial, bursa olekranon dan helix telinga.
- Nyeri dan kau.
- Bengkak dan kemerahan pada sendi yang sakit.
- Peningkatan asam urat serum.

4. Patofisiologi
























5. Pemeriksaan Diagnostik
- Kadar asam urat serum meningkat.
- Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat, yang menunjukkan inflamasi.
- SDP meningkat (leukositosis).
- Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat ditentukan oleh urine tampung 24 jam.
- Analisis cairan senovial dari sendi terinflamasi oleh tofi menunjukkan kristal urat mono sodium yang membuat diagnosis.
- Sinar X sendi menunnjukkan massa tofaseus dan destriksi tulang dan perubahan sendi.

6. Prognosa
Gout dapat merusak ginjal sehingga menimbulkan proteinuria dan hipertensi ringan apabila segera tidak ditangani.

7. Pencegahan
- Menghindari makanan tinggi protein.
- Menghindari minuman alkoholik.
- Menghindari menggunakan aspirin atau produk yang mengandung aspirin.
- Apabila terjadi serangan gunakan obat anti gout sesuai resep.
- Hubungi dokter bila serangan terjadi lebih sering atau berakhir lama.

8. Pengobatan
- Kolkisin, untuk menghentikan serangan akut yang diberikan setiap jam pada awal serangan nyeri hebat hilang.
- Obat urikosonik (probenesid dan alopurinol), menurunkan hiperurisemia dan membantu menghambat produksi asam urat.
- Tindakan bedah tofektomi: pengeluaran massa tofus.
- Menghindari makanan tinggi purin, seperti hati, ginjal, jeroan, remis, angsa dan daging rusa.
BAB III
Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Gout Athritis


A. Pengkajian
a. Data Subyektif
1. Episode akut, keluhan utamanya nyeri berat pada ibu jari kaki atau sendi lain
2. Tanyakan pada klien tentang pencegahan serangan daan bagaimana cara mengurangi serangan
3. Adakah peningkatan berat badan ?
4. Adakah riwayat athritis gout di keluarga ?
5. Apakah klien memakai obat untuk gout ?
b. Data Objektif
1. Klien tidak tahan terhadap sentuhan pada sendi dan menjaga daerah sendi yang terkena
2. Sendi bengkak dan merah
3. Adanya demam
4. Pembengkakan nodul mungkin terlihat jaringan subkutan di daerah sendi atau pada tulang rawan di helix telinga

B. Diagnosa Keperawatan
Dx. I

Dx. II Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan sekitar gout.
Resiko tinggi terhadap perubahan penatalaksanaan di rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan rencana tindakan, koping tak efektif, pada kondisi kronis.




C. Rencana Tujuan
1. Tujuan Jangka Panjang
Dx. I
Dx. II :
: Nyeri dapat berkurang sampai hilang.
Klien mampu memenuhi kebutuhan aktivitas pemeliharaan dan pencegahan perawatan dini yang diprogramkan.
2. Tujuan Jangka Pendek
Dx. I


Dx. II :


: - Nyeri hilang
- Ekspresi wajah relax
- Tak ada merintih
- Klien paham tentang instruksi perawatan diri
- Sedikit melaporkan serangan gout
- Kadar asam urat dalam rentang normal
- Rencana untuk melakukan pencegahan dan gaya hidup baru

D. Rencana Tindakan
Dx. I




































Dx. II 1.1. Pantau kadar asam urat serum.
Rasional : untuk mengevaluasi keefektifan terapi.
1.2. Bila serangan terjadi saat pasien di rawat di RS implementasikan tindakan penghilang :
a. Berikan istirahat dengan kaki ditinggikan.
b. Berikan analgesik yang diprogramkan dan evaluasi keefektifannya.
c. Berikan kantung es atau panas basah.
d. Berikan peninggi tempat tidur bagian kaki pasien.
Rasional : Peninggian dan pemberian kantung dingin
membantu mengurangi bengkak, peninggian tempat
tidur membantu menghilangkan tekanan dari kaki,
analgesik memblok nyeri.


1.3. Berikan obat anti gout yang diresepkan konsul dokter bila kadar asam urat serum tetap tinggi dan nyeri tak hilang dengan analgesik.
Rasional : Obat anti gout menghambat reabsorbsi asam urat di tubulus ginjal (benemid) melawan patogenesis leukosit yang deposit urat lanjut (allopurinol). Terapi obat tambahan dapat di perlukan bila kadar asam urat tinggi.
1.4. Instruksikan pasien untuk minum 2-3 liter/hari dan meningkatkan pemasukan makanan pembuat alkalin seperti : susu, buah, daging. Bila kelebihan berat badan konsul dokter tentang penggunaan tablet natrium bikarbonat.
Rasional : Tindakan ini mencegah batu ginjal, komplikasi
mayor yang berkenaan dengan asam urat tercetus
dalam urin asam. Urin basa menghambat pencetus
batu asam urat.
1.5. Untuk meminimalkan perkembangan deformitas sendi, rujuk pasien pada bagian terapi fisik untuk bantuan perencanaan latihan preventif.
Rasional : Terapi fisik adalah spesilis yang mengevalusi
tingkat mobilitas pasien dan rencana latihan rutin
yang memenuhi kebutuhan pasien dalam memndang
status kesehatan saat ini.
2.1. Berikan informasi tentang :
a. Sifat kondisi ingatan bahwa terdapat kesalahan genetik pada metbolisme purin, tetapi serangan nyeri dikontrol dengan terapi obat. Tekankan penntingnya menggunakan obat anti gout yang diresepkan.
b. Tujuan tindakan
c. Pemeriksaan diagnostik, meliputi :
o Deskripsi singkat tentang tes.
o Tujuan.
o Persiapan yang diperlukan sebelum tes.
o Perawatan setelah tes.
Rasional : Kepatuhan ditingkatkan melalui penyuluhan
kesehatan, juga mengetahui apa yang diharapkan
membantu mengurangi ansietas.
2.2. Ajarkan pasien apa yang dilakukan selama serangan :
o Mengistirahatkan sendi yang nyeri.
o Tinggikan ekstermitas dan berkan kantung es atau panas basah.
o Hindari aktivitas yang meningkatkan ketidaknyamanan (menggunakan sepatu, menutup kaki dengan linen tempat tidur, berjalan).
Rasional : Tindakan normal membantu mencegah kerusakan
lanjut pada sendi dengan mengurangi bengkak,
inflamasi dan tekanan pada kaki.
2.3. Ajarkan bagaimana mengontrol serangan gout :
o Menghindari faktor pencetus (makanan tinggi purin, minuman alkoholik, menggunakan aspirin atau produk menggunakan aspirin).
o Menggunakan obat anti gout sesuai resep. Hubungi dokter bila serangan berlangsung lama.
Rasional : Situasi tertentu tdak mengaktifasi efek obat anti
gout, mengakibatkan retensi asam urat, obat anti
gout menurunkan kadar asam urat serum.
2.4. Jamin bahwa pasien mempunyai instruksi tertulis tentang
perawatan diri dan informasi tertulis tentang obat yang
diprogramkan selama di rumah, termasuk nama obat, dosis
jadwal, tujuan, efek samping yang dapat dilaporkan serta
tekankan tentang pentingnya perawatan lanjutan.
Rasional : Instruksi verbal akan dengan mudah dilaporkan,
pemantapan periodik dari kadar asam urat serum
perlu untuk mengevaluasi keefektifan terapi obat.
2.5. Instruksikan pasien untuk menghubungi dokter bila terjadi
nyeri panggul kolik.
Rasional : Ini dapat menandakan pembentukan batu ginjal.

Buku Sumber : Rencana Askep Medikal Bedah Vol.2 , Barbara
Engram Hal : 311-314.

E. Implementasi
a. Membantu tercapainya tujuan pengobatan.
1. Memberi obat sesuai program.
2. Memberi intake cairan yang tepat.
3. Memberi kenyamanan.
- Istirahat total hingga nyeri dan serangan akut berkurang.
- Hindari menyentuh sendi atau menggerakan ekstermitas yang sakit sehingga nyeri akut hilang.
b. Penyuluhan dan konseling.
1. Jelaskan pada pasien tentang asal mulanya penyakit.
2. Anjurkan pada pasien untuk menggunakn obat sesuai anjuran.
3. Bantu pasien untuk mengurangi berat badan bila kelebihan berat.
4. Bantu pasien untuk memenuhi intake cairan yang cukup dan out put antara 200 melakukan sampai 3000 melakukan per hari.

F. Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada hasil yang diharapkan dari pasien.
Pertanyaan yang dapat dianjurkan adalah sebagai berikut :
1. Apakah pasien terbebas dari nyeri sendi ?
2. Apakah pasien dapat mendiskusikan pengobatan dan perawatan selanjutnya untuk menghindari serangan gout arthritis berikutnya ?

Buku Sumber : Perawatan Medikal Bedah 2 (Barbara. C. Long)

ASKEP GANGGUAN TIROID

BAB II
TINJAUAN TEORITIS



A. Pengertian
1. Hiperparathyroid
Hiperparathyroid adalah respon jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan, keadaan ini dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid secara berlebihan, kadang-kadang manifestasi klinis hiperparathyroid dapat juga disebabkan karena salah menggunakan hormon tiroid.
2. Hipoparathyroid
Hipoparathyroid merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormon tiroid, berada di bawah nilai optimal.

B. Etiologi
1. Hiperparathyroid
- Penyakit grave
- Tiroidis
- Penggunaan hormon tiroid yang berlebihan
2. Hipoparathyroid
- Tiroiditis otoimun (tiroiditis hashimoto)
- Pasien dengan terapi radioiodium, pembedahan atau preparat antitiroid
- Atropi kelenjar tiroid
- Obat-obatan
- Radiasi pada kepala dan leher untuk penanganan kanker kepala dan leher, limfoma
- Defisiensi dan kelebihan iodium
- Tiroidektomi
- Penyakit infiltrasi paratiroid (amihoidosis, skleroderma)
- Ligum

C. Tanda dan Gejala
1. Hiperparathyroid
- Kelelahan atau kelemahan
- Penurunan berat badan yang progresif
- Kelelahan otot yang abnormal karena kalsium serum yang tinggi
- Amenore
- Perubahan defekasi, konstipasi atau diare (gangguan sistem pertanyaan)
2. Hipoparathyroid
- Kelelahan atau kelemahan
- Kerontokan rambut
- Kuku yang rapuh dan kulit kering
- Keluhan rasa baal
- Parestasia pada jari-jari tangan
- Gangguan haid seperti menorhagia atau amenore
- Kenaikan kadar kolesterol serum, aterosklerosis, penyakit jantung koroner dan fungsi ventrikel yang jelek, hal ini terjadi pada pasien hipotiroidisme berat












































































E. Pemeriksaan Diagnostik
1. T4 Serum
2. T3 Serum
3. Tes THS
4. Tiroglobulin
5. Ambilan iodium radioaktif
6. Pemindai radio atau pemindai skintilasi tiroid
7. Implikasi tes tiroid dalam keperawatan
8. Tes fungsi tiroid berfungsi menegakkan diagnosa :
- Mengukur kadar kolesterol
- EKG
- Alanin transminase (LT) dan SGPT
- LDH
- USG
- CT-Scan
- MRI

F. Prognosa
1. Hiperparathyroid
Hiperparathyroid yang tidak diobati dapat mengakibatkan kegagalan jantung, hipertensi, depresi mental atau krisis hiper-kalsemik kedadalan ginjal. Sekali terbentuk sering menjadi progresif, walaupun telah dilakukan paratiroidektomi. Hal ini dilakukan untuk mngetahui diagnosa dini hiper-kalsemik.
2. Hipoparathyroid
Pengolahan bagi penderita hipoparathyroid sulit, kerena perbedaan antara dosis terapi dan dosis toksik vitamin D, acap kali kecil. Pada penderita yang diterapi selama beberapa tahun dengan pengawasan yang baik, dapat terjadi hiperkalsemia dan karenanya harus diadakan pemeriksaan kadar kalium, fosfor serum secara periodik.


G. Pencegahan
1. Hiperparathyroid
- Mempertahankan sistem imun tetap adekuat
- Penggunaan hormon tiroidsesuai indikasi
2. Hipoparathyroid
- Penggunaan obat-obatan sesuai indikasi

H. Pengobatan
1. Hiperparathyroid
- Apabila masalahnya berada di tingkat kelenjar tiroid, maka pengobatan yang diberikan adalah pemberian obat anti tiroid yang menghambat produksi HT/obat-obat penghambat beta untuk menurunkan hiperresponsifitas simpatis.
- Obat-obat tg merusak jaringan tiroid juga dapat diberikan, misalnya iodium radiooyg diberikan peroral akan diserap secara aktif oleh sel-sel tiroid yang hiperaktif, setelah masuk akan merusak sel-sel tersebut. Ini merupakan terapi permanen untuk hipertiroidisme dan sering menyebabkan seseorang kemudian menjadi hipotiroid dan memerlukan pemberian HT pengganti seumur hidup.
- Tiroidektomi parsial/total merupakan pengobatan pilihan, tiroidektomi total dan tiroidektomi pasrial, menyebabkan hipotiroidisme.
2. Hipoparathyroid
- Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid.
- Apabila penyebab hipotiroidisme berkaitan dengan tumor sususnan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radisi atau pembedahan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Hiperparathyroid
a. Identitas
b. Riwayat penyakit
c. Aktvitas/istrahat
Gejala


Tanda :


: - insomnia, sensitivitas meningkat
- otot lemah, gangguan koordinasi
- kelelahan berat
Atrofi otot
d. Sirkulasi
Gejala
Tanda :
: palpitasi, nyeri dada (angina)
- disritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, mur-mur
- peningkatan tekanan darah berat, tekikardi saat istirahat
- sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksis)
e. Eliminasi
Gejala : urine dalam jumlah banyak dan diare
f. Intergritas ego
Gejala
Tanda :
: mengalami stress yang berat emosional maupun fisik
emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi
g. Makanan/cairan
Gejala


Tanda :


: - kehilangan BB yang mendadak
- nafsu makan meningkat, makan banyak dan sering, kehausan, mual, muntah
pembesaran tiroid/goiter
h. Neurosensori
Gejala
:
- bicara cepat dan parau
- gangguan status menta dan prilaku gelisah, tremor halus pada tangan
i. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri orbital, fotofobia
j. Pernafasan
Tanda :
- frekuensi nafas meningkat, takipnea, dispnea
- edema paru (pada krisis tirotoksikosis)
k. Keamanan
Gejala
Tanda :
: tidak toleransi terhadap panas, alergi terhadap iodium
suhu meningkat di atas 37,4 oC, diaforesiss
l. Seksualitas
Tanda : penurunan libido, hipomensanore, amenore dan impoten

2. Hipoparathyroid
a. Identitas pasien
b. Riwayar Kesehatan
c. Integumen
Kulit dingin, pucat, kering, bersisisk, menebal, terumbuhan kuku bururk, kuk menebal, rambut kering dan kasar, rambut rontok dan pertumbuhannya bururk.
d. Pulminari
Hipoventilasi, efusi pleura, dispsia.
e. Kardiovaskuler
Bradikardi, disritmia, pembesaran, disritmia, toleransi terhadap dingin.
f. Muskuluskeletal
Nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang meambat.
g. Neurologi
Fungsi intelektual yang lambat, bicara lambat dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang, letargi/samnolen, bingung, hilang pendengaran, parastesia, penurunan rekleks tendon.
h. Gastrointestinal
Anoreksia, peningkatan BB, obesitas, diatensi abdomen.


i. Sistem Reproduksi
Pada wanita : prubahan menstruasi seperti amenorea atau masa menstruasi yang panjang, infeltrisasi, anovulasi dan penurunan libido.
Pada pria : penurunan libido dan impotensi.
j. Psikososial/emosi
Apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri dan prilaku maniaq.
k. Manifestasi klinis lain berupa: edema periorbita, wajah sperti bulan (moon face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal, ekspresi kosong, lemah, haluaran urne menurun, anemia dan mudah berdaraah.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hiperparathyroid
• Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi.
• Nurtisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
• Diare berhubungan dengan peningkatan aktivitas metabolik.
• Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan hipermetabolisme.
2. Hipoparathyroid
• Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.
• Konstipasi berhubungan dengan penurunan fungsi gastrointestinal.
• Kurang pengetahuan berhubungan dengan terpaparnya informasi tentang tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup.
• Pola nafas tak efektif berhubungan dengan depresi fentilasi.
• Perubahan proses berfikir berhubungan dengan gangguan metabolisme daan perubahan status kardiovaskuler serta pernafasan.

ASKEP DERMATITIS DAN PSORIASIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psoriaris yang secara harfiah berarti keadaan gatal adalah gangguan peradangan hiper proliferatif rekuren yang tidak diketahui sebabnya. Psoriaris sring ditemukan mengenai pada pada satu sampai tiga juta orang di Amerika Serikat. Penyakit paling sering timbul pada orang muda berusia kurang dari 20 tahun, tetapi dapat terjadi pada semua golongan umur. Pria dan wanita terkena dalam jumlah yang sama. Sekitar 30% pasien mempunyai riwayat keluarga Psoriaris. Epidemiologi penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka kesakitan yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada bangsa yang berkulit hitam seperti di Afrika jarang ditemukan.
Angka kesakitan penyakit ini di Amerika dilaporkan sebesar 1%, Jerman 1,3%, Denmark 1,7%, Inggris 1,7% dan Swedia 2,3%. Di Indonesia belum ada angka kesakitan yang jelas untuk penyakit ini.
Istilah dermatis sudah banyak dipakai untuk eksemen karena kontak, eksema pada atopik dan pada dermatis seboroik. Dermatitis adalah suatu reaksi peradangan kulit yang karateristik terhadap berbagai rangsangan endogen ataupun eksogen. Penyakit ini sangat sering dijumpai.
Prevalensi dari semua bentuk eksema adalah 4,66% termasuk dermatitis atopik 0,6%, eksema numuler 0,17% dan dermatitis seboroik 2,82%.
Dermatitis dapat dikategorikan berdasarkan beberapa skema klasifikasi yaitu sebab (kontak, statis), lokasi (ekzema tanagn dan kaki) derajat keterlibatan (dermatitis eksfoliativa) atau kondisi umur (demertitis atopik).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang pelaksanaan Askep pada klien dengan Psoriaris dan Dermatitis dengan menggunakan metode proses keperawatan.
2. Tujuan Khiusus
– Mendapatkan gambaran yang nyata tentang konsep penyakit Psoriasis dan Dermatitis.
– Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan Psoriasis.
– Mampu membuat DX keperawatan berdasarkan anamnesa
– Mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan.

C. Metode Penulisan
Makalah ini disusun terdiri dari beberapa BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan
a. Latar belakang
b. Tujuan
c. Metode Penulisan

BAB II : Landasan Teori
a. Pengertian
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Tanda dan gejala
e. Penatalaksanaan
BAB III : Asuhan keperawatan pada klien dengan Psoriasis
a. Pengkajian
b. Diagnosa Keperawatan
c. Rencana Keperawatan
BAB IV : Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran


















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. PSORIASIS
1. Pengertian
Adalah penyakit kulit yang termasuk dermatitis Eritroskuamosa yang sebabnya belum diketahui, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan
2. Etiologi
Etiologi hingga kini belum diketahui pasti, yang jelas ialah bahwa pembentukan epidermis dipercepat ( Turn Over Time ) menjadi 3-4 hari, sedang normal lamanya 27 hari.
Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini :
- faktor herediter yang bersifat residif yang umumnya diturunkan melalui dominan otosomal dengan penetrasi tak komplit.
- Faktor psikis seperti stres dan emosi, penelitian menyebutkan 68 % penderita menyatakan stres dan kegelisahan menyebabkan penyakit lebih hebat dan lebih berat.
- Infeksi fokal ditempat lain seperti infeksi kronik didaerah hidung dan telinga, TBC paru, dan radang kronik ginjal.
- Penyakit metabolis seperti diabetes militus yang laten.
- Gangguan pencernaan.
- Faktor cuaca : beberapa kasus menunjukan tendensi untuk menyembuh pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh.
Faktor- faktor profokatif yang dapat mencetuskan penyakit ini tambah hebat ialah :
- Faktor trauma
Berupa pergeseran atau tekanan, dengan adanya trauma pada kulit, maka sering lesi-lesi psoriasis dapat timbul pada tempat trauma itu yang disebut fenomena koebner.
- Faktor infeksi
Faringitis merupakan faktor pencetus pada penderita – penderita dengan predisposisi psoriasis.
- Faktor obat – obatan
Obat steroid merupakan obat yang bermata dua. Steroid dapat menyembuhkan psoriasis, tetapi apabila steroidnya dihentikan penyakit akan kambuh bahkan lebih berat dari sebelumnya.
- Sinar ultra violet
Bila penderita sensitif terhadap sinar matahari, penyakit ini akan tambah hebat karena reaksi isomorfik.




3. Patofisiologi
Pertumbughan kulit yang cepat
(3-4 hari )



Stratu granulosum tidak terbentuk



Interval keratinisasi sel-sel stratum basale memendek



Preoses pematangan dan keratinisasi stratum korneum gagal



Terjadi parakeratosis


4. Gambaran klinik
- Mengeluh gatal ringan.
- Predileksi : eritema yang meninggi dengan skuama diatasnya ( berlapis-lapis, kasar berwarna putih seperti mika dan transparan.
- Besar kelainan bervariasi : lentikuler, numuler atau plakat dapat berkonfluen.
- Tanda auspitz yaitu apabiula skuama dikupas lapis demi lapis dikupas, maska pada lapisan yang terbawah tampak kulit berwarna merah dan terlihat bintik-bintik darah.
- Tempat predileksi pada daerah-daerah yang sering terkena geseran-geseran atau tekanan seperti : siku, lutut, punggung dan daerah lain batas kulit kepala.
- Kelainan pada kuku yakni sebanyak kira-kira 50%, yang agak khas terjadi piting nail berupa lekukan-lekukan milier dan kelainan tidak khas yaitu keruh dan tebal.
- Kelainan pada sendi umunya bersifat poliartikuler, tempat predileksi pada sendi interfalang distal terbanyak pada usia 30-50 tahun.
Variasi bentuk klinik :
1. Psoriasis inversus ( Psoriasis fleksur )
Mempunyai tempat predileksi padsa daertah pleksor sesuai namanya.
2. Psoriasis eksudatiova
Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya membasah seperti dermatitis akut.
3. Psoriasis Gutata
Kelainan yang berhubungan dengan infeksi fokal, pernah dilaporkan kasus-kasus psiorasis gutata yang menyembuh setelah diadakan tonsilektomi.
4. Eritroderma Psoriatik
Disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat ditandai lesi yang khas terdapat eritema dan skuama tebal yang menyeluruh.
5. Komplikasi
- Infeksi kulit yang parah dapat terjadi.
- Artritis deformans yang mirip dengan artritis rematoid, disebut artritis psoriatika, timbul sekitar 5 % dari pasien psoriasis.

6. Penatalaksanaan
- Penyakit yang ringan dan sedang dapat diobati dengan steroid topikal, tar, vit. D, sinar ultra violet, atau anti metabolit metoreksat.
- Penyakit yang parah memerlukan rawat inap dan steroid sistemik.


B. DERMATITIS
1. Pengertian
Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis dengan gejala subyektif pruritus. Obyektif tanpa inflamasi eritema, vesikulasi, eksudasi dan pembentukan sisik. Tanda-tanda polimorfi tersebut tidak selalu timbul pada saat-saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan menjadi kronis.
2. Klasifikasi
Dermatitis kontak
Ialah dermatitis karema kontaktan eksternal, yang menimbulkan fenomena sensitisasi ( alergik ) atau (toksik).
• Etitologi
a. Tipe toksik akut : oleh iritan primer kuat/absolut seperti asam kuat, basa kuat, racun serangga, getah tanaman tertentu.
b. Tipe toksik kronik : oleh iritan primer lemah seperti sabun, detergan , asma lemah, wol, bulu binatang, bahan pelarut, antiseptik dan lainnya.
c. Tipe allergik : oleh karena alergen seperti (Ag, Hg, Cr), karet, plastik,, zat pewarna, sabun, detergen, obat-obatan (Antibiotik, sulfa anti histamin), sinar, larutan antiseptik dsb.
• Patofisiologi
Hipersensitivitas type 4 (tipe lambat)

Fase induksi Fase isilitasi



Hapten Penetrasi kedalam kulit Kontak ulang dengan hapten



Berikatan dengan protein carier Sel efektor tersensitisisasi



Antigen yang lengkap Mengeluarkan limfokin



Makrofag dan sel langerhans Menarik berbagai sel radang



RX limfosit T sensitisasi limfotik terjadi gejala klinik



Imigrasi kedarah parakortikal kel. Getah bening regional



Kedalam sirkulasi, kulit dan sistem limfoid



Sensitivitas seluruh tubuh


• Gejala Klinik
A. Tipe toksik:
Akut :- cepat timbul
- berbatas tegas
- Eritem, vesikel/bula, eksoriasi
- Nekrosis, ulkus
Kronik :
- Lambat, batas tidak jelas/teghas
- Kadang-kadang gatal, pedih bila kulit retak
- Skuama kulit menebal
B. Tipe alergik
- Lambat, batas tidak jelas
- Luas dari pad kulit yanng terkene
- Daerah peka- Lebih cepat gatal
• Pemeriksaan laboratorium
a. Uji tempel (patch test)
Dilakukan bila dermatitis sudah tenang
- Lokasi yang dipilih- lokasi yang representatif seperti punggung atau lengan atas, bahanyang diguinakan bahan standard dan yang dicurigai
- Sesudah 24-48 jam dibaca apakah terdapat reaksi atau tidak. Reaksi dinilai sebagai :
+ : Eritema
++ : Eritema, edema, papul.
+++ : eritema,edema,papul, vesikel
++++ : Sama dengan +3, tetapi disertai vesikel yang berkonfluensi.
+++++ : Eritema dan bula
• Terapi/ pengobatan
1. Umum : Hilangkan bahan penyebab
2. topikal
Akut : Kompres salicil
Bila kering : krim kortikosteroid
3. Sistemik
a. Antibiotik : Toksik akut, luas : penicillin
b. Kortikosteroid : tipe allergen : Kortiko sterioid
c. Antihistamin : Untuk mendapatkan efek sedatifa
Dermatitis atopik
Dermatitis atopik dapat disebut juga eksema konstitusional, ekzema fleksural, neur dermatits diseminata, prurigo besnier.
• Etiologi
Terdapat stigmata atopi ( herediter ) pada pasien berupa :
a. Rinitis allergik asma bronkhikial hay fever
b. Allergik terhadap berbagai alergen protein.
c. Pada kulit dermatitis atopik dermatografisme putih dan kecenderungan timbul urtika.
d. Reaksi menurun terhadap perubahan suhu dan ketegangan(stress).
e. Resitensi menurun terhadap infeksi virus dan bakteri.
f. Lebih sensitif terhadap serum dan obat.
• Patofisiologi

Peningkatn sel mast


Histamin dilepaskan


Menghambat kemotaksis dan menekan produksi sel T


Produksi berlebihan Ig E


• Tanda dan gejala
Subyektif selalu terdapat pruritus terdiri atas 3 bentuk yaitu :
1. Bentuk Infantil ( 2 bulan-2 tahun).
Terdapat eritema berbatas tegas, dapat dissertai papul-papul dan vesikel-vesikel miliar, yang menjadi erosit, eksudatif dan berkrusta. Tempat predileksi kedua pipi, ekstremitas bawah bagian fleksor dan ekstensor.
2. Bentuk anak ( 3 -10 tahun )
Pada anamnesis dapat didahului bentuk infantil. Lesi tidak eksudatif lagi, sering disertai hiperkeratosis, hiperpigmentasi dan hipopigmentasi. Tempat predileksi tengkuk, fleksorkubital dan fleksorpopliteal.


3. Bentuk dewasa ( 13 – 30 tahun )
Pada anamnesis terdapat bentuk infantil dan bentuk anak. Lesi selalu kering dan dapat disertai likenifikasi dan hiperpigmentasi. Tempat predileksi tengkuk serta daerah fleksor kubita dan fleksorpopliteal. Kelainan lain yang mungkin terlihat pada dermatitis atopik antara lain :
- Keratosis pilaris, garis-garis lekuk limpraorbita.
- Bulu alis mata bagian lateral menipis/menghilang
- Kulit infraorbita berwarna lebih gelap.
- Telapak tangan menebal dan timbul fisura kadang-kadang ditemukan kelainan kuku, pembesaran kelenjar getah bening.
• Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah tepi : ditemukan adanya eosinofil.
2. Pemeriksaan imunologi : ditemukan kadar imunoglobulin meningkat berhubungan dengan kelainan pernafasan seperti : asma bronkial, rinitis alergika. Serta terjadi pengurangan sel T dalam darah.
• Penatalaksanaan
Penatalaksanaan seperti dermatitis pada umumnya, terutama menghindari faktor pencetus. Bila eksudasi berat atau stadium akut diberi kompres terbuka, bila dingin dapat diberikan krim kortikosteroid ringan atau sedang. Pada lesi kronis dan likenifikasi dapat diberikan salep kortikosteroid kuat. Antihistamin merupakan obat pilihan utama sebagai kompetitif histamin.
Dermatitis Numularis
• Etiologi
Tidak diketahui. Penyakit timbul pada pasien yang mempunyai kulit kering, serta mempunyai kepribadian yang tense dan anxious. Kadang-kadang didapati infeksi lokal.
• Manifestasi klinis
Subyektif sangat gatal. Obyektif terlihat dermatitis sebear uang logam, terdiri atas eritema, edema, kadang-kadang ada visikel, krusta dan papul. Tempat predileksi ialah ekstremitas ( terutama tungkai bawah ), bahu dan bokong. Penyakit ini mempunyai kecenderungan residif.
• Penatalaksanaan.
Cari infeksi sebagai faktor pencetus fokal sistemik, dapat diberikan prednison 20 Mg sehari. Pengobatan topikal disesuaikan kondisi penyakit.
Dermatitis statis
Atau dermatitis hipostatis merupakan dermatits yang bersifat persisten pada tungkai bawah oleh karena adanya gangguan aliran darah.
• Etiologi
Karena adanya gangguan aliran darah berupa bendungan dan kelainan vena ditungkai bawah.
• Beberapa faktor predisposisi
- Banyak berdiri
- Obesitas
- Sering melahirkan
- Ras
• Tanda dan gejala
Subyektif terdapat pruritus. Pada permulaan tampak edema pada pergelangan kaki, terutam pada sore sehabis bekerja. Hemosiderin ke;luar dari pembuluh darah, sehingga terlihat bercak-bercak hiperpigmentasi kecoklatan pada bagian medial sepertiga bawah tungkai bawah. Perlahan-lahan timbul dermatitis yang seringkali medidans. Bila timbul infeksi sekunder, maka teraba indurasi suskutan dan kulit diatasnya berwarna coklat merah. Karena terjadi pembendungan serta atropikulit, maka dengan muda akan timbul ulkus. Faktor presipitasi timbulnya ulkus statis ialah truma ringan dan infeksi sekunder. Pada stadium lanjut dapat timbul ulkus statis, maka subyektif terasa nyeri.
• Penatalaksanaan
Terdiri atas pengobatan kausa karena kelaina sirkulasi misalnya diperbaiki dengan elevasi tungkai pad saat tidur. Tetapi dermatitis diberikan sesuai dengan kondisinya.





BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata : Nama, umur, jenis kelamin, alamat
2. Riwayat penyakit :
- Lesi
- Demam
- Nyeri nila punggung atau leher digerakkan
- Cemas, faktor pencedtus stres
3. Riwayat keluarga : Riwayat kesehatan keluarga
4. Pengkajian fisik
- Eritema yang bersisik, batas tegas/menyolok
- Lesi kering dan timbul pruritus
- Adanya lubang-lubang atau kerusakan total pada kuku dan tangan
- Lesi tidak simetris bilateral
- Lesi dapat timbul pada luka bekas garukan.
- Bila akut : Falang distal seperti sosis bengkak, eritema dan nyeri.
- Menarik diri
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri dan gatal
2. Kerusakan integrital kulit berhubungan dengan adanya perubahan pada fungsi barier kulit.
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan dampak lesi
4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan berhungan dengan kurang informasi

ASKEP CRF

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, salah satu indikasi keberhasilan tercapainya program Indonesia sehat tahun 2010 adalah menurunnya angka kesakitan dan menambah usia harapan hidup manusia (Depkes RI,89).
Dalam upaya pembangunan yang sedang dilaksanakan selama ini, pada dasarnya mempercepat tercapainya tingkat kesejahteraan masyarakat, dimana kesehatan merupakan salah satu komponen penting kesejahteraan lainnya.
Dan kesehatan merupakan salah satu segi dari kualitas hidup yang tercermin pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yang sesungguhnya merupakan tujuan dan sarana pokok pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam hal ini pelayanan kesehatan sendiri menjadi tanggung jawab untuk sektor diluar kesehatan yang berperan dalam menciptakan lingkungan dan perilaku masyarakat yang lebih menguntungkan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas salah satu faktor yang menghambat tercapainya derajat kesehatan yang optimal adalah penyakit gangguan sistem perkemihan, dalam hal ini salah satunya adalah gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Gagal ginjal tahap akhir adalah tingkat gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti.
Penyakit gagal ginjal kronik perlu mendapatkan perhatian dalam memberikan pelayanan keperawatan. Hal ini disebabkan karena :
1. Gagal Ginjal Kronik merupakan penyakit yang menyerang seluruh sistem tubuh
2. Merupakan penyakit yang disebabkan oleh penurunan seluruh sistem ginjal
3. Penyakit ini memerlukan perawatan intensif
Selain beberapa pertimbangan diatas, penulis juga mengambil faktor- faktor lain yakni mengenai biaya perawatan yang terhitung cukup tinggi akibat waktu perawatan yang cukup lama maupun diakibatkan oleh pemberian terapi hemodialisa, dimana terapi ini tidak hanya dilakukan sekali saja, akan tetapi dilakukan secara teratur dan terus menerus.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang asuhan keperawatan pada klien gagal ginjal kronik dengan menggunakan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh pengetahuan tentang gagal ginjal kronik seperti pengertian, etiologi, tanda dan gejala dan patofisiologinya.
b. Dapat melakukan pengkajian pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik
c. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Gagal Ginjal Kronik
d. Dapat menetapkan rencana tindakan yang akan dilakukan
e. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Gagal Ginjal Kronik
f. Dapat melakukan evaluasi atas tindakan keperawatan yang telah dilakukan
C. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyusun secara sistematis yang terdiri dari empat bab yaitu :
Bab I : Pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan
Bab II : Tinjauan teoritis yang berisikan pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, prognosa, pencegahan, pemeriksaan diagnostik serta terapi dan penatalaksanaan
Bab III : Asuhan Keperawatan pada gagal ginjal kronik yang berisikan pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.
Bab IV : Penutup yang berisikan kesimpulan serta kritik dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.

2. Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab. Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas.

Klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronik
No. Klasifakasi penyakit Penyakit
1.
2.
3.

4.

5.

6.

7.
8.


Infeksi
Penyakit Peradangan
Penyakit vascular hipertensi

Gangguan jaringan penyambung

Gangguan kongerital dan hereditas

Penyakit metabolik

Nefropati toksik
Nefropati obstruktif Pielonefritis kronik
Glomerulonefritis
Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.
Diabetes militus, gout, hiperpara tiroidisme, amiloidosis.
Penyalahdunaan analgasik, nefropati timbal
Saluran kemih bagian atas kalkuli , neoplasma, fibrosisretroperitoneal.
Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostate, struktur urea, anomaly kongetal pada lehar kandung kemih dan uretra.

3. Tanda dan gejala
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usaha pasien.
Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan berbagai manifestasi klinik mengenai dihampir semua sistem tubuh manusia, seperti:
a. Gangguan pada Gastrointestinal
Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan terbentuknya zat toksik (amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus Gagal Ginjal Kronik, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
b. Kulit
kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
c. Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
d. Sistem Saraf Otot
Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak–gerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.
e. Sistem Kardiovaskuler
Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin D.
g. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia.

4. Patofisiologi


5. Pemerikasaan Diagnostik
Urine
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar (anuria)
Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemak, partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, HB, mioglobin.
Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1
Klirens keratin : Mungkin agak menurun
Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.


Darah
BUN / Kreatin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 16 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya kurang ari 78 g/dL
SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada azotemia.
GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun .
Natrium Serum : Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas normal (menunjukan status dilusi hipernatremia).
Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
Magnesium/Fosfat : Meningkat
Kalsium : Menurun.
Protein (khususnya Albumin) : Kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
KUB fota : Menunujukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan adanya obstruksi (batu)
Piolegram Retrograd : Menunujukkan abnormallitas pelvis ginjal dan ureter.
Arteriogram Ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa.
Sistouretrogram Berkemih : Menunjukan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, terensi.
Ultrasono Ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
Biopsi Ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histoligis.
Endoskopi Ginjal, Nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.

Foto Kaki, Tengkorak, Kolmna Spiral dn Tangan : Dapat menunjukan demineralisasi, klasifikasi.
(Rencana Askep, Marilyn E Doenges dkk)

6. Prognosa
Individu yang menderita kegagalan ginjal kronis dalam beberapa keadaan dapat dikendalikan dan dikelola gejala-gejalanya. Walaupun fungsi ginjal sudah hilang akibat kerusakan jaringan ginjal tidak dapat dibuang, umur dari orang dapat dipertahankan dengan pantangan intake bahan-bahan yang perlu dieksresi oleh ginjal dan dengan diusahakan rute alterbatif untuk eksresi produk sisa dan berbagai elektrolit. Dengan menekuni pengelolaan rutin yang digariskan walaupun ancaman mati yang kejam dan menantang, hidup masih bisa dipertahankan. Bagi sementara individu obat-obatan dan terapi diit saja gejala-gejala uremi dapat dikendalikan, individu yang lain memerlukan dianalisa atau transplantasi ginjal untuk mengendalikan gejala-gejala penyakit.
(Perawatan Medikal Bedah, Barbara C.Long)

7. Pencegahan
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan seringkali tidak menimbulkan gejala yang membawa keruskan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan fisik tahunan dimana tekanan darah ditentukan, pemerikasaan urinalisis dilaksanakan, dan pasien ditanya tentang disuria uatau nyeri pada waktu berkemih membantu mendeteksi penyakit secara dini yang bisa menimbulkan kegagalan ginjal.
Pemeliharaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi. Sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan)
(Perawatan Medikal Bedah, Barbara C Long).


8. Pengobatan / Penatalaksanaan.
Tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Adapun penatalaksaannya sebagai berikut :
- Tentukan dan tata laksana penyebabnya
- Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250–1000 mg/hari) atau diuretic 100p (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
- Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
- Kontrol hipertensi
Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah, sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti hipertensi.
- Kontrol ketidaksemibangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya penghambat ACE dan obat anti inflamasi non steroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.
Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
- Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas obat tertentu. Diberikan supplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi atas indikasi.
- Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan diterapi lebih ketat.
- Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesic opiat, amfoterisin dan alupurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin, kortikosteroid dan sitostatik.
- Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi denagn ketat kemungkinan ensefelopati uremia, perikarditis, neurepati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.
- Persiapan dialysis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis biasanya adalah gagal ginjal dengan klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.
(Kapita Selekta Kedokteran, Arif Mansjoer dkk)










BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Dasar Data Pengkajian Pasien
- Aktifitas
Gejala : Kelelahan ekstrem, kalemahan, malaise
Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

- Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi lama atau berat
palpatasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak , tangan.
Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan

- Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, contoh finansial, hubungan dan sebagainya.
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

- Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.

- Makanan / cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)
Penggunaan diurotik
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban
Edema (umum, targantung)
Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga

- Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur
Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
Tanda : Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis

- Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki
Tanda : Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah

- Pernapasan
Gejala : Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
Batuk dengan sputum encer (edema paru)

- Keamanan
Gejala : Kulit gatal
Ada / berulangnya infeksi
Tanda : Pruritis
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal
Ptekie, area ekimosis pada kulit
Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi

- Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas
- Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.
Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.


B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut :
- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
- Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
- Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah.
- Resiko tinggi terhadap penururnan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskular sistemik.
- Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit.
- Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana tindakan, dan prognosis.

C. Rencana Intervensi
Diagnosa I
- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan serta natrium.
- Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
- Kriteria hasil :
• Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang
• Turgor kulit baik
• Membran mukosa lembab
• Berat badan dan tanda vital stabil
• Elektrolit dalam batas normal
Intervensi
1.1 Kaji status cairan :
a. Timbang berat badan harian
b. Keseimbangan masukan dan haluaran
c. Turgor kulit dan adanya oedema
d. Distensi vena leher
e. Tekanan darah, denyut dan irama nadi
R : Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
1.2 Batasi masukan cairan :
R : Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
1.3 Identifikasi sumber potensial cairan :
a. Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral dan intravena
b. Makanan
R : Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
1.4 Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
R : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan. . (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
1.5 Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering
R : Hygiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa mulut. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
1.6 Kontrol suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
R : Menurunkan diaforesis yang memperberat kehilangan cairan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 624)
1.7 Pantau kreatinin dan BUN serum
R : Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera. (Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, vol 1, Barbara Ensram, hal 156)

Diagnosa II
- dan Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet perubahan membran mukosa mulut.
- Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
- Kriteria hasil :
• Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
• Bebas oedema
Intervensi
2.1 Kaji/catat pemasukan diet
R : Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620)
2.2 Kaji pola diet nutrisi pasien
a. Riwayat diet
b. Makanan kesukaan
c. Hitung kalori
R : Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
2.3 Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
a. Anoreksia, mual dan muntah
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
c. Depresi
d. Kurang memahami pembatasan diet
R : Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
2.4 Berikan makan sedikit dan sering
R : Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620)
2.5 Berikan pasien/orang terdekat daftar makanan/cairan yang diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu.
R : Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620)
2.6 Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
R : Mendorong peningkatan masukan diet
2.7 Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, susu, daging.
R : Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
2.8 Tawarkan perawatan mulut/oral hygiene dengan sering.
R : Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada urea dan membatasi pemasukan oral. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620)
2.9 Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan.
R : Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1453)
2.10 Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
R : Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia dihilangkan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1453)
2.11 Timbang berat badan harian.
R : Untuk membantu status cairan dan nutrisi.
Diagnosa III
- Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelelahan, anemia dan retensi produk sampah
- Tujuan : Berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi
- Criteria hasil :
• Berkurangnya keluhan lelah
• Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social
• Laporan perasaan lebih berenergi
• Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang normal setelah penghentian aktifitas.
Intervensi
3.1 Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
a. Anemia
b. ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c. Retensi produk sampah
d. Depresi
R : Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
(Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454)
3.2 Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, Bantu jika keletihan terjadi.
R : Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454)
3.3 Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
R : Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454)
3.4 Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
R : Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454)
3.5 Bantu pasien dalam merencanakan jadwal aktivitas setiap hari untuk menghindari imobilisasi dan kelelahan.
R: Imobilisasi meningkatkan reabsorpsi kalsium dari tulang. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 158)
3.6 Konsul dokter bila keluhan kelelahan menetap.
R : Ini dapat menandakan kemajuan kerusakan ginjal dan perlunya penilaian tambahan dalam terapi.
Mungkinkan periode istirahat sepanjang hari. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 157)
3.7 Mungkinkan periode istirahat sepanjang hari
R : Istirahat memungkinkan tubuh untuk menyimpan energi yang digunakan oleh aktivitas. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 157)

Diagnosa IV
- Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskuler.
- Tujuan : Komplikasi dapat dicegah
- Kriteria hasil :
• Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi curah jantung dalam batas normal.
• Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler


Intervensi
4.1 Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya oedema perifer/kongesti vaskular dan keluhan dispnea.
R : Takikardia, frekuensi jantung tak teratur, takipnea, dispnea, gemerisik mengi, dan edema/distensi jugular menunjukkan GGK. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.2 Kaji adanya derajat hipertensi : awasi tekanan darah, perhatikan perubahan postural, contoh : duduk, berbaring, dan berdiri.
R : Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron renin angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal). (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.3 Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi, beratnya(skala 0-10) dan apakah tidak menetap dengan inspirasi dalam dan posisi terlentang.
R : Hipertensi dan gagal jantung kongesti kronis dapat menyebabkan IM,kurang lebih pasien GGK dengan dialysis mengalami perikarditis, potensial resiko efusi pericardial/tamponade. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.4 Evaluasi bunyi jantung, Tekanan Darah, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti vaskuler, suhu dan sensori/mental.
R : Adanya hipotensi tiba-tiba, penyempitan tekanan nadi, penurunan/tak adanya nadi perifer, distensi jugular nyata, dan penyempitan mental cepat menunjukkan tamponade, yang merupakan kedaruratan medik. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.5 Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivasi.
R : Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.6 Awasi pemeriksaan laboratorium, elektrolit (kalium, natrium, kalsium, magnesium), BUN.
R : Ketidakseimbangan dapat mengganggu konduksi elektrikal dan fungsi jantung. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.7 Berikan obat antihipertensi, contoh prozozin (minipress), kaptopril (capoten), klonodin (catapres), hydralazin (apresoline).
R : Menurunkan tahanan vascular sistemik dan/ atau pengeluaran rennin untuk menurunkan kerja miokardial dan membantu mencegah GJK dan/atau IM. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.8 Siapkan dialisis
R : Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan kelebihan cairan dapat membantu atau mencegah manifestasi jantung, termasuk hipertensi dan efusi pericardial. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630).
Diagnosa V
- Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit.
- Tujuan : Mencegah timbulnya gangguan integritas kulit.
- Kriteria hasil :
• Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan/cedera kulit.
• Mempertahankan kulit utuh
Intervensi
5.1 Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular. Perhatikan kemerahan, observasi terhadap ekimosis, purpura.
R : Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.2 Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa.
R : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.3 Inspeksi area tergantung terhadap oedema.
R : Jaringan oedema lebih cenderung rusak/robek. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.4 Ubah posisi dengan sering, gerakkan pasien dengan perlahan, beri bantalan pada tomjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku/tumit.
R : Menurunkan tekanan pada oedema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik statis vena terbatas/pembentukan oedema. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.5 Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Berikan salep atau krim.
R : Soda kue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan dari pada sabun. Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.6 Pertahankan linen kering, bebas keriput.
R : Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.7 Selidiki keluhan gatal.
R : Meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang berkenaan dengan uremik,gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute eksresi untuk produk sisa. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).

5.8 Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritus. Pertahankan kuku pendek, berikan sarung tangan bila diperlukan.
R : Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera dermal. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.9 Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar
R : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.10 Berikan matras busa
R : Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi selular yang menyebabkan iskemia/nekrosis. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
Diagnosa VI
- Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondis, pemeriksaan diagnostic, rencana tindakan dan prognosis.
- Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang penykit dan pengobatan.
- Kriteria hasil :
• Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan.
• Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.
Intervensi
6.1 Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi.
R : Indiviodu yang berhasil dalam koping dapat pengaruh positif untuk membantu pasien yang baru didiagnosa mempertahankan harapan dan mulai menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159)
6.2 Berikan informasi tentang :
a. Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal ginjal kronis adalah tak dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal.
b. Pemeriksaan diagnostic termasuk :
• Tujuan
• Diskripsi singkat
• Persiapan yang diperlukan sebelum tes
• Hasil tes dan kemaknaan hasil tes.
R : Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan selamanya bila ginjal tak dapat pulih. Memberi pasien informasi mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan dan membantu mengembangkan kepatuhan dan kemandirian maksimum. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159)
6.3 Sediakan waktu untuk pasien dan orng terdekat untuk membicarakan tentang masalah dan perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan untuk memiliki terapi.
R : Pengekspresian perasaan membantu mengurangi ansietas. Tindakan untuk gagal ginjal berdampak pada seluruh keluarga. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 160)
6.4 Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
R : Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
6.5 Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
R : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.
D. Implementasi
Asuhan Keperawatan bagi klien dengan kegagalan ginjal kronis
1. Membantu Meraih Tujuan Terapi
a. Mengusahakan agar orang tetap menekuni pantangan air yang sudah dipesankan.
b. Mengusahakan agar orang menekuni diet tinggi karbohidrat disertai pantangan sodium, potassium, phosphorus dan protein.
c. Menekuni makanan bahan yang mengikat fosfat.
d. Memberikan pelunak tinja bila klien mendapat aluminium antacid.
e. Memberikan suplemen vitamin dan mineral menurut yang dipesankan.
f. Melindungi pasien dari infeksi
g. Mengkaji lingkungan klien dan melindungi dari cedera dengan cara yang seksama.
h. Mencegah perdarahan saluran cerna yang lebih hebat dengan menggunakan sikat gigi yang berbulu halus dan pemberian antacid.
2. Mengusahakan Kenyamanan
a. Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis menurut kebutuhan.
b. Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan dan kaki bawah.
c. Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.
d. Mengusahakan istirahat bila kecapaian
e. Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana
f. Mengusahakan kebersihan oral beberapa kali sehari terutama sebelum makan.
3. Konsultasi dan Penyuluhan
a. Menyiapkan orang yang bisa memberi kesempatan untuk membahas berbagai perasaan tentang kronisitas dari penyakit.
b. Mengusahakan konsultasi bila terjadi penolakan yang mengganggu terapi
c. Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan bagaimana caranya mengelola cara hidup baru.
d. Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan obat-obatan dan keperluan melanjutkan pengobatan. (Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long)

E. Evaluasi
Pertanyaan-pertanyaan yang umum yang harus diajukan pada evaluasi orang dengan kegagalan ginjal kronis terdiri dari yang berikut.
1. Apakah terdapat gejala-gejala bertambahnya retensi cairan?
2. Apakah orang menekuni pesan dietvdan cairan yang diperlukan?
3. Apakah terdapat gejala-gejala terlalu kecapaian?
4. Apakah orang menggaruk-garuk berlebihan?
5. Apakah orang tidur nyenyak pada malam hari?
6. Apakah dilakukan pencegahan infeksi, tambahan perdarahan saluran cerna?
7. Apakah orang dapat menguraikan tentang sifat CRF, rasional dan terapi, peraturan obat-obatan dan gejala-gejalayang harus dilaporkan?
(Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long)

ASKEP AIDS

ASUHAN KEPERAWATAN
“ HIV – AIDS “

A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
• HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi, contohnya sel darah limfosit yang disebut “sel T-4” atau “sel T-penolong (T-Helper), atau disebut juga “sel CD-4. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus yaitu yaitu kelompok jvirus yang mempunyai kemampuan untuk “mengkopi-cetak” matteri genetik diri didalam materi genetik sel-sel yang ditumpanginya.
• AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit atau sindrom akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. AIDS dapat juga menyerang sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit.
2. Review Anatomi dan Fisiologi
Tubuh manusia dilengkapi banyak mekanisme yang memungkinkan untuk tahan terhadap hampir semua tipe organisme dan toksin yang merusak jaringan dan organ.
• Mekanisme tersebut dibagi menjadi dua kelompok utama:
a) Immunitas Bawaan
b) Immunitas Adaptif
• Fungsi utama dari mekanisme tersebut, yaitu :
a. Perlindungan tubuh dari pengrusakan oleh agen-agen asing dan mikroba patogen.
b. Degradasi dan pembuangan terhadap sel-sel yang rusak dan mati.
c. Pengeluaran dan pemusnaan terhadap sel-sel maligna.
A. Immunitas Bawaan
1. Barier fisik : kulit, membran mukosa, epiglotis, silia saluran pernafasan, spinkter.
Fungsi : mencegah organisme yang berbahaya/ substansi lain untuk masuk kedalam tubuh.
2. Barie kimiawi : air mata (lisazim), sekresi vaginal (asam laktat), asam lambung (asam hidroklorik).
Fungsi : menciptakan lingkungan yang bermusuhan terhadap mikroorganisme yang patogen.
3. Barier Mekanik : lakrimalis, peristaltis, aliran urinaria.
Fungsi : melalui aksi-aksi mekanisnya membantu membersihkan tubuh dari substansi-substansi yang secara potensial dapat membahayakan.
4. Pertahanan Biologis
Pada kondisi normal kulit, membran mukosa orofaring, nasofaring, saluran interstial dan sebagian saluran genetalia didiami oleh mikroorganisme.
Fungsinya : - mempengruhi pola kolonisasi melalui bersaing dengan organisme asing yang berbahaya.
- menghambat pertumbuhan organisme lain.
5. Fagosit dan Fagositosis
Fagositosis adalah respon dimana sel-sel yang terluka dan benda-benda asing yang menyerang ditelan oleh sel darah putih tertentu (leukosit).
Leukosit Fagist itu adalah :
a) Neutropil Polimorfonukleus
- Dibentuk  60 % dari sel leukosit darah perifer.
- Diproduksi pada sum-sum tulang dengan kecepatan mendekati 80 juta/menit.
- Umumnya hanya bertahan hidup 2 sampai 3 hari.
- Fungsinya memberikan serangan selular “gelombang pertama” terhadap organisme yang menyerang selama proses peradangan akut.
b) Monosit Mononukleus
- Terdiri atas 2-12 % dari sel leucocyt.
- Ditemukan pada daerah perifer dan bergerak aktif.
- Bila berada dijaringan, monosi mengmbang menjadi ukuran yang lebih besar untuk menjadi makrofag jaringan.
- Makrofag ini membentuk basis sistem retikuloendotelial yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
- Funsinya sebagai pertahanan baris pertama terhadap serangan mikroorganisme.
6. Respon Inflamsi
Inflamsi adalah proses dimana tubuh memperbaiki jaringan yang rusak dan mempertahankan dirinya terhadap infeksi.
7. Sel Interferon dan Pembunuh Alamiah
Interferon memberikan sebagian perlindungan tubuh terhadap seranga virus yang menyerang sampai respon imun tertentu yang lebih lambat mengambil alih. Interferon tampak terlibat dalam melindungi tubuh terhadap beberapa bentuk kanker. Interferon juga meningkatkan aktivitas sel-sel limfoid kelompok khusus yang disebut sebagai sel-sel pembunuh alami.
B. Respon dan Imun Adaptif
Jika suatu agent asing masuk kedalam tubuh maka pertahanan bawaan akan berusaha untuk memusnahkan benda asing tersebut. Jika agent tersebut bertahan, maka pertahanan tubuh baris kedua akan mengupayakan aktivitas sistem imun didapat/adaptif.
Dua senjata utama respon imun adaptif adalah :
1. Imunitas Selular
2. Imunitas Humoral
Limfosit yang disebut limfosit B adalah bagian dari respon humoral yang bersumber dari bahan-bahan protein yang dikenal sebagai antibodi, yang mengikat benda asing dan membantu dalam pemusnahan dan penghacurannya.
Sel-sel yang dikenal sebagai limfosit T adalah mediator dari respon imun seluler. Imunitas tipe kedua ini dicapi melalui pembentukan sejumlah besar limfosit T teraktivasi yang secara khusus dirancang untuk menghancurkan agen asing.
3. Etiologi
HIV merupakan retrovirus penyebab penyakit defisiensi imun. Jadi, untuk menjadi sakit orang harus dijangkiti virus tersebut. Setelah terjangkiti HIV, masih diperlukan bertahun-tahun agar dapat berkembang menjadi AIDS tergantung daya tahan tubuh. HIV ini nditemukan oleh Montagnier dkk pada tahun 1983.
4. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.



































Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.






















5. Tanda dan Gejala
Gejala AIDS pada umumnya merupakan gejala infeksi opotunistik atau kanker vyang terkait dengan AIDS. Kanker yang terkait dengan AIDS adalah sarkoma kaposi, limfoma malignum dan sarkoma serviks infasif, sedangkan gejala yang sering ditemukan pada pasien AIDS adalah :
a. Demam lama
b. Penurunan berat badan
c. Batuk
d. Sariawan dan nyeri menelan
e. Diare
f. Sesk nafas
g. Pembesaran kelenjar limfe
h. Penurunan kesadaran
i. Neuropati
j. Gangguan penglihatan
k. Enselopati
Untuk menilai apakah seseorang telah terkena HIV maka diadakan uji antibodi HIV, hasil positif berarti bahwa yang bersangkutan telah terinfeksi HIV dan berpotensi menularkan virus itu kepada orang lain. Hasil positif biasanya berarti bebas dari infeksi, namun harus diingat bahwa untuk sampai mempunyai antibodi diperlukan waktu (sampai beberapa bulan). Jika seseorang diperiksa terhadap antibodi segera setelah terinfeksi, hasil negatif. Sebaiknya diulangi 3 sampai 6 bulan kemudian.
Infeksi HIV/AIDS berkembang melalui 4 stadium :
Stadium I : HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diiukti terjadinya perubahan serolosik ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara satu sampai 3 bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan. Umumnya pada penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus. Bila tes antibodi menjadi positif berarti didalam tubuh terdapat cukup zat antibodi yang dapat melawan virus tersebut. Kesimpulan tersebut berbeda pada infeksi HIV karena adanya zat anti didalam tubuh bukan berarti bahwa tubuh dapat melawan infeksi HIV tetapi sebaliknya menunjukkan bahwa didalam tubuh tersebut terdapat HIV.
Stadium II : Asimtomatik
Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh orang HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.

Stadium III : Pembesaran Kelenjar Limfe
Fase ini ditandai dengan pembesaran limfe secara menetap dan merata (persintent generalized limpha derepothy), tidak hanya muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan.
Stadium IV : AIDS
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi skunder.
Menurut salah satu penelitian WHO menunujukkan beberapa faktor yang mempengaruhi cepatnya perkembangan AIDS, yaitu :
1. Semakin tua orang pengidap HIV maka semakin cepat dia akan sampai ketahap AIDS.
2. Bayi yang terinfeksi HIV akan sampai ketahap AIDS lebih cepat dari pada orang dewasa yang mengidap HIV.
3. Orang yang telah mempunyai gejala minor pada waktu mulai tertular HIV (serekor versi) akan menunjukkan gejala AIDS lebih cepat dari pada orang yang tanpa gejala.



6. Komplikasi
Pada penderita HIV/AIDS dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang berupa infeksi oportunistik, yaitu :
a. Kandidiasis mulut-esofagus
b. Tuberculosis
c. Sito megalovirus
d. Pneuminia, pneumolystis carinii pneumonia (PCP)
e. Pneumonia Rekurens
f. Ensepalitis Toxoplasma
g. Herpes Simpleks
h. Mycobacterium avium kompleks (MAK)
i. Kriptosporidiosis
j. Histoplasmosis paru
7. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan pasien dengan AIDS untuk sementara ini masih bersifat memperpanjang hidup bagi orang dengan AIDS dan memperbaiki kualitas hidupnya. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat membasmi virus HIV. Walaupun demikian, akhir-akhir ini terdapat racikan baru yang dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan HIV dan dianggap potensial untuk mengatasi AIDS.
Dalam penatalaksanaan AIDS dapat dibagi dalam :
a. Pengobatan Supportif
Tujuan pengobatan ini adalah untuk meningkatkan keadaan umum pasien. Pengobatan ini terdiri atas pemberian gizi yang sesuai, oabt sistemik, serta vitamin. Disamping itu perlu diupayakan dukungan psikososial agar pasien dapat melakukan aktivitas seperti semula.
b. Pengobatan infeksi Oportunistik
Tujuan utama dari penatalaksaan pasien AIDS yang sakit kritis adalah menghilangkan, mengendalikan, atau pemulihan infeksi oportunistik, infeksi nasokomial, atau sepsis. Penatalaksanaan infeksi oportunistik diarahkan pada dukungan terhadap sistem-sistem yang terlibat. Digunakan agent-agent farmakologik spesifik untuk mengidentifikasi organisme dan juga agent-agent eksperimental untuk organisme tidak umum. Pengobatan kanker yang terkait AIDS yaitu limfoma malignum, sarkoma kaposi dan karsinoma serviks infasif disesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker.
c. Obat Anti Retroviral
Obat ini bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan HIV dalam tubuh. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi obat anti retroviral dapat menurunkan secara tajam virus lokal didarah, bahkan juga dikelenjarv limfe. Obat ini diberikan dalam bentuk kombinasi golongan RTI (Reverse Transcriptase Inhibitor) dan PI (Protease Inhibitor). Dewasac ini terapi standar yang banyak dianut adalah kombinasi RTI dan PI . obat yang tergolong RTI : Azidotimidin (AZT), didoracin (DDO), Dideoksisitidin (DDC), Stavodin(D4T). PI : Indinovir, Ritonovir, Sogwinovir, Navirovir.
Pencegahan :
Ada bebrapa cara yang bisa ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit ini, yaitu :
1) Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang diketahui AIDS dan oarang yang sering menggunakan obat bius secara intra vena.
2) Hubungan seksual dengan orang yang mempunyai teman kencan AIDS, memberikan kemungkinan lebih besar mendapat AIDS.
3) Orang yang menggunakan intar vena dapat dikurangi dengan cara memberantas kebiasaan buruk untuk dan melarang penggunaan jarum suntik bersama.
4) Lingkungan merubah perilaku/megadakan penyuluhan kesehatan.
5) Ibu mengidap HIV dianjurkan tidak menyusui bayinya.
6) Untuk jangka pendek, meningkatkan kewaspadaan sendiri, mungkin dengan deteksi AIDS dan kondomisasi kelompok mrtesiko tinggi.


B. Konsep Asuhan Keperawatan HIV – AIDS
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
- Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi,defisiensi nutrisi,penuaan,aplasia timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.
- Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein – liosing enteropati (peradangan usus)

b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
- Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
- Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
- Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
- Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
- Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
- Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
- Neurosensoro
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.


- Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
- Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
- Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
- Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan obat-obatan IV,merokok,alkoholik.

c. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

1. Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200 menandakan respon defisiensi imun hebat)
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)

4. Tes lainnya
a. Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
b. Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c. Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
d. Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e. Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
b. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1. Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
2. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi efek anti virus. Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus ( viral burden )