TIDAK PERLU KELILING DUNIA

WELCOME TO THE NURSE ASRAMA

keperawatan

Senin, 19 Januari 2009

Road to Jakarta

SIBUK,,,,,, SIBUK,,,,,, SIBUK,,,,,,,,



Banyak tugas,,,,,,,,,, banyak askep,,,,,,,,,,,
wah,,,,, ga terasa dinas telah selesai,,,,,,,,,, banyak laporan,,,,,,,,, sibuk ngnerjain riset juga,,,,, puyeng juga neh kepala,,,,, tapi saya harus tetap semangat, demi masa depan yang cerah, masa depan hari esok, masa depan dihari tua,,,,,,


ga nyangka semester V hampir selesai,,,,,,,,,,,,

bulan februari 2009, berangkat ke Jakarta neh,,,,, study Tour,,, sekalian pelatihan BTCLS, wah seneng banget bisa ke Jakarte,,, hehehe,,,,, coz baru pertama kali neh ke Jakarta,,,, bsa liat monas, bisa ke dunia pantasy,,,, pi disana kan intinya Pelatihan dulu,,,,, biar skil nya nambah,,,,, jadi seorang perawat harus selalu Up to Date,,,,, hehehe,,,,,,,,,,,,,,
pelatihan BTCLS ntuh, nanti bisa dapat sertifikat,,,, pi bayarnya lumayan mahal loh,,, sekita 4600.000 rupiah,,,, ntu pake duit semua, bukan pake daun,,,,,,,,,,,

pi sekarang yang jadi masalah ntuh di Rumah Sakit AWS, banyak banget mahasiswanya, yang tingkat III ama Tingkat II dah selesai, pi yang tingkat I ru tutun dinas keruangan, masalahnya selain tingkat I yang adari Poltekkes Depkes Kaltim, ada juga yang dari Institusi lain,,, jadinya ruangan ntuh "JADI LAUTAN MAHASISWA" harus pinter-pinter tuh diruangan,,,,, biar bisa dapat banyak kompetensi, coz low turun dinas ja ga semangat, jangan harap bisa dapat buanyak target,,,,,,,
ada juga neh diruangan PICU/NICU banyak Mahasiswanya dari pada pasien,,,, menurut Info neh dari teman,,,, katanya pasiennya cuma 2 orang,,,, truz mahasiswanya ada 15 orang,,,,,, belum lagi pegawainya ada 6 orang,,,,,,, bayangkan aja,,,,,,,,, diruangan ntuh seperti apa,,,,,,, selain jadi "LAUTAN MAHASISWA, TAPI JUGA JADI PASA PAGI" untungnya ja ga becek kaya pasar pagi yang ada di Samarinda,,,, bisa repot jadinya....... hehehehe,,,,,,,,,,

so TINGKAT I terus semangat,,,,,,,,,,,,,,,,, semoga dapat apa yang kamu cari,,,,,,,,,,,,

junjung tinggi Almamater ya,,,,,,,,,,,, bawa nama baik kampus kita,,,,,,,, okey,,,,,,

Sabtu, 17 Januari 2009

ASKEP OSTEOMALASIA

A.Konsep Dasar Medis

1.Defenisi
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang dikarakteristikkan oleh kurangnya mineral dari tulang (menyerupai penyakit yang menyerang anak-anak yang disebut rickets) pada orang dewasa, osteomalasia berlangsung kronis dan terjadi deformitas skeletal, terjadi tidak separah dengan yang menyerang anak-anak karena pada orang dewasa pertumbuhan tulang sudah lengkap (komplit).

2.Penyebab
Penyebabnya ditandai dengan keadaan kekurangan vitamin D (calcitrol), dimana terjadi peningkatan absorbsi kalsium dari sistem pencernaan dan penyediaan mineral dari tulang. penyediaan calsium dan phosfat dalam cairan eksta seluler lambat. Tanpa adekuatnya vitamin D, kalsium dan fosfat tidak akan terjadi di tempat pembentukan kalsium dalam tulang.

3.Patofisiologi
Ada berbagai macam penyebab dari osteomalasia yang umumnya menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Faktor yang berbahaya untuk perkembangan osteomalasia diantaranya kesalahan diet, malabsorbsi, gastrectomy, gagal ginjal kronik, terapi anticonvulsan jangka lama (phenyton, phenobarbital) dan insufisiensi vitamin D (diet, sinar matahari).
Tipe malnutrisi (defisiensi vitamin D sering digolongkan dalam hal kekurangan calsium) terutama gangguan fungsi menuju kerusakan, tetapi faktor makanan dan kurangnya pengetahuan tentang nutrisi yang juga dapat menjadi faktor pencetus hal itu terjadi dengan frekuensi tersering dimana kandungan vitamin D dalam makanan kurang dan adanya kesalahan diet serta kurangnya sinar matahari.
Osteomalasia kemungkinan terjadi sebagai akibat dari kegagalan dari absorbsi calsium atau kekurangan calsium dari tubuh. Gangguan gastrointestinal dimana kurangnya absorbsi lemak menyebabkan osteomalasia. Kekurangan lain selain vitamin D (semua vitamin yang larut dalam lemak) dan kalsium. Ekskresi yang paling terakhir terdapat dalam faeces bercampur dengan asam lemak (fatty acid).
Sebagai contoh dapat terjadi gangguan diantaranya celiac disease, obstruksi sistem pencernaan kronik, pankreatitis kronis dan reseksi perut yang kecil.
Lagi pula penyakit hati dan ginjal dapat menyebabkan kekurangan vitamin D, karenanya organ-organ tersebut mengubah vitamin D ke dalam untuk aktif. Terakhir, hyperparatiroid menunjang terjadinya kekurangan pembentukan calsium, dengan demikian osteomalasia menyebabkan kenaikan ekskresi fosfat dalam urine.

4.Manifestasi klinik
Umumnya gejala yang memperberat dari osteomalasia adalah nyeri tulang dan kelemahan. Sebagai akibat dari defisiensi kalsium, biasanya terdapat kelemahan otot, pasien kemudian nampak terhuyung-huyung atau cara berjalan loyo/lemah. Kemajuan penyakit, kaki terjadi bengkok (karena tinggi badan dan kerapuhan tulang), vertebra menjadi tertekan, pemendekan batang tubuh pasien dan kelainan bentuk thoraks (kifosis).

5.Evaluasi diagnostik
Pada foto x – ray umumnya nampak kekurangan mineral dari tulang sangat nyata. Berdasar dari vertebra mungkin menunjukkan fraktur kompressi dengan nyeri pada ujung vertebra. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan lambatnya rata-rata serum kalsium dan jumlah fosfor serta kurangnya kenaikan alkaline phosfat. Ekskresi urine calsium dan creatinin lambat.

B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian
Pasien dengan osteomalasia biasanya sering mengeluh nyeri tulang pada punggung bawah dan ekstremitas bercampur kelemahan. Gambaran dari ketidaknyamanan masih samar-samar, pasien mungkin ada yang fraktur, selama wawancara, informasikan tentang masalah yang nyata terdapat sehubungan dengan penyakitnya (sindrom malabsorbsi) dan kebiasaan diet dapat diketahui.
Pada pemeriksaan fisik, kelainan bentuk skletal dicatat, deformitas spinal, dan deformitas yang bengkok dari tulang panjang mungkin memberikan ketidakbiasaan penampilan pada pasien dan cara berjalan loyo/lemah. Mungkin terdapat kelemahan otot, pasien mungkin menjadi tidak senang dengan penampilannnya.

2.Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pada pengkajian data, diagnosa keperawatan utama yang mungkin terjadi, termasuk dibawah ini :
a.Nyeri berhubungan dengan kelemahan dan kemungkinan fraktur.
b.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
c.Gangguan konsep diri berhubungan dengan pembengkakan pada kaki, cara berjalan loyo/lemah, dan deformitas spinal.

3.Perencanaan
Tujuan utama dari pasien dengan osteomalasia mungkin termasuk mengajarkan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan, mengurangi nyeri dan memperbaiki serta meningkatkan konsep diri.

4.Implementasi keperawatan
a.Nyeri berhubungan dengan kelemahan dan kemungkinan fraktur.
Membantu mengurangi rasa nyeri. Pemeriksaan fisik, psikis dan pengobatan dilakukan untuk membantu mengurangi rasa ketidaknyamanan dan nyeri yang dialami pasien. Jadi selain kelemahan juga terdapat nyeri skelet. Anjurkan untuk bergerak ringan pada waktu pengkajian misalnya dengan mengubah posisi secara berulang-ulang untuk membantu mengurangi gejala ketidaknyamanan dengan immobilitas.
Beri aktivitas yang mengalihkan perhatian pasien ke hal lain seperti mengajak bicara, nonton TV, dan tehnik distraksi lain, hal tersebut akan mengurangi persepsi klien terhadap nyeri.
Analgetik dibutuhkan untuk mengurangi rasa nyeri, respon pasien terhadap pengobatan dimonitor sebagai respon keadaan untuk terapy.

b.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
Pemahaman tentang proses penyakit dan prosedur perawatan. Pendidikan kesehatan tentang penyebab osteomalasia dan pendekatan untuk pengawasan penyakitnya. Pasien dianjurkan untuk diet sumber kalsium dan vitamin D (susu, sereal, telur dan hati ayam). Dosis yang tinggi dari vitamin D dapat menjadi racun dan faktor penunjang untuk terjadinya hypercalsemia, yang terpenting adalah memonitor tekanan rata-rata serum kalsium.
Aktifitas diluar yang dilakukan adalah berjemur dibawah sinar matahari untuk mendapatkan sinar ultraviolet pada kulit. Dimana target penting dan dibutuhkan untuk memproduksi vitamin D dalam tubuh.

c.Gangguan konsep diri berhubungan dengan pembengkakan pada kaki, cara berjalan loyo/lemah, dan deformitas spinal.
Peningkatan konsep diri. Untuk membangun sebuah hubungan kepercayaan pasien dalam hubungannnya dengan pelayanan perawat. Pasien diajak berdiskusi tentang body image dan metode koping yang efektif. Pasien diberi kesempatan untuk mengenal dan mengungkapkan perasaannya dan dimasukkan dalam rencana keperawatan sesuai masalahnya.
Menciptakan partisipasi aktif pasien dan perawat dalam rangka mengontrol diri dan perasaannya untuk membantu memecahkan masalah pasien.
Interaksi sosial membantu penerimaan klien akan keadaannya yang telah mengalami perubahan.

5.Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a.Pemahaman tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
1.)Pasien mengetahui proses perjalanan penyakit dan prosedur perawatan.
2.)Penggunaan sesuai kebutuhan terapy calsium dan vitamin D.
3.)Menjemur dibawah sinar matahari.
4.)Memonitor rata-rata serum kalsium untuk kelanjutan kesembuhan penyakit.
5.)Selalu follow up tentang semua ketetapan perawatan kesehatan.
b.Mencapai pengurangan rasa nyeri.
1.)Pasien melaporkan adanya perasaan nyaman.
2.)Pasien melaporkan berkurangnya kelemahan tulang.
c.Menunjukkan peningkatan konsep diri.
1.)Menunjukkan saling percaya dalam percakapan pasien - perawat.
2.)Peningkatan tingkat aktivitas
3.)Peningkatan interaksi sosial

Sumber:
Brunnner and Suddarth, Textbook of Medical Surgical Nursing, Eight Edition.

CA NASOFARING

LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP PADA KLIEN DENGAN CA NASOFARING


A. PENGERTIAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)

B. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).


C. Tanda dan Gejala

Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
1. Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)
2. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
4. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Nasofaringoskopi
b. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
c. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
e. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).

E. Penatalaksanaan Medis
a. Radioterapi merupakan pengobatan utama
b. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.

F. Pengkajian
a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
e. Tanda dan gejala :
 Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
 Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.
 Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
 Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
 Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.

 Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
 Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
 Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan
 Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
 Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
 Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
(Doenges, 2000)


H. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil : mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri .
Intervensi :
 Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasi
 Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan.
 Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.
 Evaluasi penghilangan nyeri atau kontrol
 Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran narkotik.

2. Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi
Kriteria hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan
Intervensi :
 Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat.
 Orientasikan pasien terhadap lingkungan
 Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi
 Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur
 Bicara dengan gerak mulut yang jelas
 Bicara pada sisi telinga yang sehat

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
 Melaporkan penurunan mual dan insidens muntah
 Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat
 Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab
 Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan
Intervensi :
 Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasien
 Berikan dorongan higiene oral yang sering
 Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkan
 Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji masukan dan haluaran.
 Pantau masukan makanan tiap hari.
 Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)
 Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat.
 Kontrol faktor lingkungan (bau dan panadangan yang tidak sedap dan kebisingan)

4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
 Menunjukkan suhu normal dan tanda-tanda vital normal
 Tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi : edema setempat, eritema, nyeri.
 Menunjukkan bunyi nafas normal, melakukan nafas dalam untuk menegah disfungsi dan infeksi respiratori
Intervensi :
 Kaji pasienterhadap bukti adanya infeksi :
 Periksa tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam, menggigil, perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa perih saat berkemih
 Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi pengunjung yang mengalami infeksi.
 Tekankan higiene personal
 Pantau suhu
 Kaji semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)

5. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek radiasi kemoterapi
Tujuan : integritas kulit tetap terjaga
Kriteria hasil :
Menunjukkan perubahan yang minimal pada kulit dan menghindari trauma pada area kulit yang sakit
Intervensi :
 Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping kanker
 Mandikan dengan menggunakan air hangat dan sabun ringan
 Hindari menggosok atau menggaruk area
 Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep apapun kecuali diijinkan dokter.
 Hindarkan pakaian yang ketat pada aea tersebut
 Oleskan vitamin A dan D pada area tersebut
 Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.

6. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral behubungan dengan efek samping agen kemoterapi radiasi
Tujuan : tidak terjadi gangguan pada membran mukosa
Kriteria hasil :
 Menunjukkan mukosa oral yang bersih dan utuh
 Tidak menunjukkan adanya ulserasi atau infeksi pada rongga mulut
 Melaporkan tidak adanya nyeri, kesulitan menelan dan dehidrasi
Intervensi :
 Kaji kesehatangigi dan hihiene oral secara periodik
 Kaji rongga mulut tiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran mukosa oral
 Instruksikan mengenai perubahahn diet misalnya hindari makanan panas atau pedas, anjurkan penggunaan sedotan, mencerna makanan lembut atau diblender.
 Pantau dan jelaskan tanda-tanda tentang superinfeksi oral
 Mulai program higiene oral : gunakan pencuci mulut dari salin hangat, larutan pelarut dari hidrogen peroksida, sikat dengan sikat gigi/benang gigi, pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir.

7. Gangguan harga diri berhubugan dengan efek samping radioterapi: kehilangan rambut
Tujuan : gangguan harga diri teratasi
Kriteria hasil : Mengungkapkan perubahan gaya hidup tentang perasaan tidak berdaya, putus asa
Intervensi :
 Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu
 Dorong diskusi tentang/pecahkan masalah tentang efek kanker
 Akui kesulitan yang mungkin di alami
 Evaluasi struktur pendukung yang ada dan digunakan oleh pasien /orang terdekat
 Beri dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatan
 Gunakan sentuhan selama interaksi

8. Konstipasi/diare berhubungan dengan iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi
Tujuan : gangguan defekasi tidak terjadi
Kriteria hasil : Mempertahankan konsistensi atau pola defekasi umum


Intervensi :
 Kaji bising usus, gerakan usus termasuk frekuensi, konsistensi.
 Pantau masukan dna haluaran serta berat badan
 Dorong masukan cairan adekuat, peningkatan serat diet, latihan
 Pastikan diet yang tepat; hindari makanan tinggi lemak, makanan serat tinggi, kafein tinggi.
 Periksa infeksi bila tidak defekasi selama 3 hari atau distensi abdomen.
 Berikan cairan IV, agen antidiare, laksatif.

9. Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan sistem hematopoetik
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
Kriteria hasil :
 Tanda dan gejala perdarahan teridentifikasi
 Tidak menunjukkan adanya darah feses, urin atau emesis
 Tidak menunjukkan perdarahan gusi
Intervensi :
 Kaji terhadap potensial perdarahan : pantau jumlah trombosit
 Kaji terhadap perdarahan : petekhie, penurunan Hb Ht, perdarahan dari orifisium tubuh
 Instruksikan cara-cara meminimalkan perdarahan : gunakan sikat gigi halus, hindari cairan pembilas mulut komersial, hindari makanan yang sulit dikunyah
 Lakukan tindakan meminimalkan perdarahan : hindari mengukur suhu rektal, hindari suntikan IM, lembabkan bibir dengan petrolatum, mempertahankan masukan cairan
 Gunakan pelunak feses atau tingkatkan serat dalam diet.
(Doenges, 2000)

ASKEP KLIEN DENGAN BRONCHOPNEUMONI




PENGERTIAN

Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.

ETIOLOGI
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)


PATHOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
6. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
7. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
(Soeparman, 1991)




MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis.
(Barbara C. long, 1996 :435)
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
(Sandra M. Nettina, 2001 : 683)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
8. Pemeriksaan Laboratorium
· Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
· Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
· Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
· Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
· Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
9. Pemeriksaan Radiologi
· Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
· Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
10. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges, 1999 : 166)
11. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
12. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. (Doenges, 1999 :177)
13. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 : 172)
14. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171)
15. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)

FOKUS INTERVENSI
16. DP : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
- Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
- Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius
Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas
Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara
Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.
2. DP : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan :
- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.
c. Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.
d. Awsi frekuensi jantung/ irama
Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.
g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
DP: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
- Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/ bersih
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.
c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan.
e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
g. Berikan humidifikasi tambahan
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.
h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus.
Dp : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
Catat lapporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
DP : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :
- Menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.
Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual
c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.
Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal
e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi
DP : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC
Nettina, Sandra M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC
Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Soeparma, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta :Balai Penerbit FKUI
Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC

GAGAL GINJAL KRONIK,,,,,,

Pengertian gagal ginjal Kronik
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).
Etiologi
Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
Etiologi
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih
Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal
Patofisiologi
2 pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada Gagal ginjal Kronis:

1. Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi –fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle.
2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh
Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.

Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal.

Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah.
Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.
Perjalanan klinis
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.

Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.

Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.

Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal,

kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Manifestasi klinis
Gangguan pernafasan
Udema
Hipertensi
Anoreksia, nausea, vomitus
Ulserasi lambung
Stomatitis
Proteinuria
Hematuria

Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
Anemia
Perdarahan
Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
Distrofi renal
Hiperkalemia
Asidosis metabolic
Test diagnostik
1. Urine :
Volume
Warna
Sedimen
Berat jenis
Kreatinin
Protein

2. Darah :

Bun / kreatinin
Hitung darah lengkap
Sel darah merah
Natrium serum
Kalium
Magnesium fosfat
Protein
Osmolaritas serum

3. Pielografi intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
Pielografi retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
Arteriogram ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.

4. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5. Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis

7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
8. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.
Penatalaksanaan
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.

2. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.

3. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
KESIMPULAN PENGKAJIAN
Nama klien Hj. H
Umur 85 tahun.
Masuk RS Tgl 30 April 2005 dengan keluhan Tidak bisa buang air kecil dan sakit pinggang sebelah kanan.. Keluhan ini berlangsung 3 hari dirumah. Awalnya klien tidak bisa buang air besar  2 hari lalu klien menggunakan dulcolax suppositoria selama 2 hari berturut-turut dan klien bisa BAB.

Sehari kemudian klien susah kencing, walau mengejan air kencing tidak bisa keluar, lalu keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Sesampai di Rumah Sakit dipasang Kateter dan air kencing lancer keluar keluar berwarna agak merah kemudian yang keluar berwarna agak coklat seperti air teh.

Saat pengkajian klien telah dirawat selama 3 hari data focus yang diperoleh:
Keadaan umum klien agak lemah, tungkai bawah lemas,tidak bertenaga, kulit keriput tidak elastis. odema pretibial. Tonus otot kurang. selalu berbaring ditempat tidur, ativitas sehari, hari dibantu oleh anaknya, terpasang kateter urine warna coklat seperti air teh, kain pengalas basah dan berbau.

TD 160/ 90 mmHg. Nadi 82 x/ menit, suhu Badan 36,2O C, sclera tampak pucat, secret mata ( + ). Mulut/ napas berbau amonia, bicara lirih kadang kurang jelas,
Hasil pemeriksaan Laboratorium
Tgl; 2/5 2005
Ureum : 202,32
Kreatinin : 3, 93
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC : 5,5 x 103 / l
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161

Pemeriksaan Penunjang
Hasil USG:
Ginjal : Tampak kedua ginjal mengecil dengan echodifferensiasi tidak jelas ( ginjal kanan 5,9 x 3,1 cm; ginjal kiri 5,8 x 2,5 cm ).
Kesan : PNC bilateral.

TERAPI MEDIS
Obat – obatan :
IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/ menit
Allopurinol 300mg 1-0-0
Zonidip 10mg 0-0-1
Fibrat 300mg 0-0-1
Inj. Neurosanbe 1 amp/ hari/ drips

Berdasarkan pengkajian , diagnosa keperawatan yang didapat :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.
Rencana tindakan :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
1. Kaji status cairan :
Timbang berat badan harian
Keseimbangan masukan dan haluaran
Turgor kulit dan adanya oedema
Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Batasi masukan cairan

3. Identifikasi sumber potensial cairan
Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intra vena.
Makanan
4. Jelaskan rasional pembatasan cairan
5. Bantu klien dalam mengatasi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral.

2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tentukan kemampuan klien untuk berpartyisipasi dalam aktifitas perawatan diri. ( skala 0 – 4 ).
Berikan bantuan dengan aktifitas yang diperlukan
Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan ADL klien ditempat tidur.
Bantu keluarga dalam perawatan diri klien ditempat tidur.
Anjurkan keluarga untuk menganti alas bokong jika basah.
Bantu dan motivasi keluarga untuk menjaga kebersihan tubuh klien,

3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
1. Inspeksi rongga mulut perhatikan kelembapan, karakter saliva, adanya inflamasi, ulserasi.
2. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan.
3. Berikan perawatan mulut sering.
4. Anjurkan hygiene mulut setelah makan dan menjelang tidur.
5. Anjurkan klien untuk menghindari pencuci mulut lemon/ bahan yang mengandung alcohol.

4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, kelembapan kulit, vaskuler.
2. Ubah posisi dengan sering, gerakan klien dengan perlahan, beri bantalan kain yang lembut pada tonjolan tulang.
3. Pertahankan linen kering bebas dari kerip

BATU GINJAL


BY MUSTAKIM

Batu ginjal merupakan salah satu penyebab penyakit gagal ginjal, dahulu untuk membuangnya harus lewat operasi. Kini, dengan teknologi kedokteran canggih, batu yang berukuran kecil pun bisa dihancurkan tanpa melibatkan pisau bedah.

Mengusir Batu Ginjal Tanpa Operasi
Pak Santo (40) sudah delapan bulan mondar-mandir ke rumah sakit untuk menjalani cuci darah. Ia mengaku, ginjalnya rusak gara-gara infeksi batu yang sudah lama ngendon dalam ginjalnya. Infeksi kronis ini perlahan-lahan menggerogoti fungsi ginjalnya. Akibatnya, dalam waktu singkat fungsinya tinggal sekitar 5%. Mau tidak mau seumur hidup, setiap tiga hari sekali ia harus menjalani cuci darah.

Pakar penyakit ginjal dan hipertensi, almarhum Prof. R.P. Sidabutar pernah menyatakan, infeksi batu ginjal kronis merupakan faktor penyebab kedua terjadinya gagal ginjal di Indonesia. Pada kasus ini pembentukan batu terjadi pada buli-buli (kandung kemih) atas atau bawah serta pada piala ginjal (calyx), tidak pada salurannya. Namun, yang menjadi penyebab utama gagal ginjal pada umumnya adalah infeksi batu pada ginjal atau kandung kemih atas.

“Sejak tahun “70-an jumlah penderita batu ginjal meningkat. Kalau sampai akhir tahun “60-an pengendapan batu kebanyakan terjadi pada kandung kemih, belakangan pada piala ginjal,” kata dr. David Manuputty dari RS PGI Cikini.

Penyakit gagal ginjal juga banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan makanan. “Semakin makmur suatu masyarakat, semakin banyak terjadi endapan batu pada ginjal, dibandingkan pada kandung kemih,” tambah Manuputty. Konsumsi minuman dan makanan yang kurang higienis memacu terjadinya air seni pekat, sehingga memudahkan terbentuknya infeksi atau kristal batu pada kandung kemih. Sebaliknya pola makan masyarakat maju yang cenderung memilih makanan berkadar kalsium-oksalat (misalnya makanan dengan olahan bahan susu, minuman cola, makanan bergaram tinggi, makanan manis, vitamin C dosis tinggi, kopi, teh kental, dll.) serta asam urat (tinggi protein), memudahkan terbentuknya endapan pada piala ginjal karena konsentrasi air seni cepat meningkat.

Di samping itu yang tak kalah pentingnya adalah faktor bakat atau warisan genetik seseorang. “Kalau salah satu sanak saudara kita ada yang menderita penyakit batu ginjal atau batu kemih, artinya kita mempunyai kecenderungan lebih besar terserang penyakit yang sama daripada orang lain.”

Sekarang jumlah pasien batu kemih atau ginjal di RS PGI Cikini sekitar 530 orang per tahun. Usianya bervariasi, 20-an ke atas. Sementara itu dr. Puji Rahardjo dari RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo menambahkan, penyakit batu ginjal yang diderita 0,5% penduduk Indonesia ini lebih banyak menyerang kaum pria dibandingkan wanita. Bila 1 - 2% dari populasi diperiksa kadar kalsium air seninya akan meninggi, tetapi hanya 10% yang terkena penyakit batu ginjal. Hal ini, menurut dr. Puji, menunjukkan adanya faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu selain bahan dasarnya. Faktor tersebut antara lain adalah kurangnya cairan tubuh yang menyebabkan produksi air seni sedikit dan pekat. Pada mereka yang setiap hari bekerja di udara terbuka (petani, pekerja lapangan) atau di ruang mesin yang panas, terutama yang kurang minum, akan cepat menimbulkan efek perubahan keasaman atau kebasaan air seni. Masalahnya, di sini faktor penghambat pembentukan batu jadi berkurang atau hilang sama sekali. Atau, bisa pula terjadi peningkatan kalsium dalam urine karena mobilisasi kalsium tulang akibat seseorang tidak lagi bisa bergerak karena sakit lumpuh, misalnya.

Konsumsi vitamin C dan D dosis tinggi pada seseorang yang secara genetik berbakat, akan memudahkannya terserang penyakit ini. Pada orang berbakat batu, mengkonsumsi 100 - 300 mg vitamin C setiap hari, menurut dr. David, memudahkan terbentuknya batu. Soalnya, vitamin C mengandung kalsium oksalat tinggi. Vitamin D dosis tinggi pun menyebabkan absorbsi kalsium ke dalam usus meningkat. Obat sitostatik untuk penyakit kanker pun memudahkan pembentukan batu karena meningkatkan asam urat.

Silent Stone

Selain batu kalsium oksalat (60 - 80%), menurut dr. Puji ada lagi campuran kalsium oksalat-fosfat yang sifatnya lebih keras. Pada pemeriksaan radiologi, batu ini tampak putih seperti tulang karena kandungan kalsiumnya lebih tinggi. Ada lagi batu tripel fosfat (10 - 15%) yang tersusun dari kalsium-magnesium-ammonium fosfat(struvite). Batu ini terbentuk akibat infeksi saluran kemih karena kuman golongan Proreous, Pseudomonas, Klebsicla, atau Stafilok. Bentuk batu menyerupai tanduk rusa karena mengisi saluran kemih yang berbentuk seperti tanduk rusa. Lalu ada batu sistin yang terjadi akibat faktor genetik. Namun campuran fosfat dan sistin ini jarang terjadi. Sedangkan batu karena asam urat (5 - 15%) terbentuk akibat sekresi asam urat yang berlebihan dalam urin akibat faktor genetik yang diperberat dengan konsumsi makanan kaya purin, umpamanya jerohan.

Dalam pemeriksaan radiologi, batu jenis ini sering tidak tampak kecuali kalau unsurnya tercampur dengan kalsium. Oleh sebab itu, selain memakai CT-Scan, pemeriksaan batu ginjal masih memerlukan bantuan suntikan cairan pekat intra venus yang kemudian bisa lebih jelas terlihat melalui USG. “Begitu pula pada pemeriksaan hematuri-makroskopik atau pemeriksaan sel darah merah yang masuk air seni, gejala penyakit ini sering tidak tampak dengan jelas (90%). “Walaupun hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan sudah tampak adanya gejala awal atau gejala pegal pinggang, penderita sering mengacuhkannya. Tahu-tahu batu sudah sebesar telur ayam,” kata dr. David.

“Pembentukan batu secara perlahan-lahan ini dinamakan silent stone”. Pada umumnya penderita baru mengeluh setelah batu membesar dan dapat terdeteksi jelas. Apalagi bila mulai timbul gejala yang lebih nyata seperti sakit atau pegal pinggang bawah yang kadang-kadang terasa sampai ke perut depan bawah, terjadi kolik (sumbatan mendadak pada saluran atau ureter secara mendadak yang mengakibatkan rasa sakit luar biasa karena batu tajam yang turun ke saluran menyebabkan mengembangnya saluran) yang sering diiringi muntah dan berkeringat banyak atau batu mengalami infeksi sehingga seluruh salurannya terinfeksi.

Bahkan kerusakan pada satu ginjal seringkali tidak tampak dalam sistem kelancaran buang air kecilnya karena dengan satu ginjal sehat kelancaran air seni tidak terganggu. Namun, begitu kedua ginjal mulai kurang berfungsi (”tertular” ginjal yang infeksi) sistem pembuangan urine mulai terganggu. Pada tahap ini air seni mengalir tidak lancar atau anyang-ayangen (Bhs. Jawa), tubuh terserang demam.

Pembesaran atau infeksi kelenjar prostat yang terbanyak menyerang pria usia 50 ke atas juga sering kali menimbulkan komplikasi timbulnya batu kandung kemih. Pembesaran prostat menyebabkan aliran air seni terganggu sehingga air seni mudah membentuk kristal.

Tindakan Tepat

Penatalaksanaan pengobatan penyakit batu ginjal, menurut dr. Puji, menyangkut beberapa strategi terhadap keluhan gejala. Mula-mula keluhan sakit dihilangkan, kemudian mengatasi infeksi serta komplikasi lain. Terakhir, tentu usaha menghancurkan atau mengangkat batunya. Sebelum batu diangkat atau dihancurkan tentu perlu pemeriksaan laboratorium, radiologi, USG, dll.

Selain lewat pembedahan terbuka, penghancuran batu ginjal dan kemih bisa dilakukan dengan metode litotripsi atau proses menghancurkan batu menggunakan gelombang kejut atau ultrasonik. Ada dua prosedur litotripsi yakni ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) dan Percutaneous Lithotripsy (tusukan pada kulit) yang sudah cukup lama digunakan di beberapa rumah sakit di Indonesia. “Metode ESWL dari Jerman yang kami gunakan seperti main jackpot,” gurau dr. David. Alat litotripsi berada di luar tubuh (lihat gambar). Sebelum batu ditembak, dilakukan foto rontgen untuk mengetahui posisi batu. Kemudian melalui layar monitor, dicari lagi sasaran yang tepat. Di sini pasien tidak harus dibius. Posisi pasien telentang atau telungkup tergantung letak batu. Setelah tembakan berulang kali tepat sasaran, pecahan batu akan keluar bersama air seni (kencing bercampur darah selama 12 jam). Agar pasien tidak kesakitan tentu proses penembakan tidak boleh dengan tekanan tinggi.

Sedangkan metode percutaneous berupa alat nefroskop (alat teropong mirip bor kecil) yang dilengkapi alat penghantar gelombang getar ultrasosonik, dimasukkan ke dalam ginjal melalui lubang sayatan di panggul. Dengan gelombang getar ultrasonik tersebut, batu dapat dipecahkan dan disingkirkan, kemudian pecahan juga keluar bersama air seni. Mungkin penderita akan merasa nyeri sewaktu kencing keluar melalui kateter karena saluran kencing agak terhalang oleh pecahan batu tadi.

Pemecahan batu dengan kedua alat tersebut mengharuskan pasien tinggal di rumah sakit selama 2 - 3 hari sampai kencing jernih kembali. Setelah seminggu pasien bisa kembali aktif.

Cara yang lebih canggih sekarang dengan menggunakan sinar laser. Tipe laser yang digunakan semula adalah tipe pulse dye. Belakangan sejak Agustus 1997 RS PGI Cikini menggunakan laser tipe Ho:Yag atau Holmium asal AS. Caranya, melalui saluran ureta dimasukkan selang fiber mini, yang langsung dapat mengenai batu sasaran. Kalau tipe pulse dye hanya untuk batu ginjal atau kemih saja, tipe Holmium ini lebih multiguna. Misalnya juga untuk pengobatan pembesaran atau infeksi prostat serta tumor jinak kandung kemih.

Holmium ini pandai mengatur frekuensi tembakan agar batu tidak terdorong ke atas. Jarak antara selang fiber dengan batu paling-paling hanya 1 mm. Dengan sistem gelombang pulsasi batu dengan segera bisa dipunahkan. Tindakan dengan mesin canggih ini dinilai lebih cepat (1,5 jam untuk batu besar), risiko perdarahan atau kerusakan jaringan sekitarnya hampir tidak ada serta nyeri pascaoperasi dan risiko komplikasi hampir tidak terasa. Penderita tidak perlu menginap di rumah sakit, bisa langsung pulang begitu kesadaran sudah pulih. Biayanya pun sekitar Rp 1 juta lebih murah daripada operasi terbuka. Komplikasi paling-paling terasa sedikit demam dan nyeri setelah tindakan, yang bisa diatasi dengan obat antibiotika. Sedangkan terciptanya semacam kepulan debu (perforasi) akibat sistem pulsasi tadi, menurut dr. David, bisa diatasi dengan mengalirkan terus menerus cairan NaCl fisiologis. Untuk menangani batu pada kantung kemih misalnya, diperlukan pulsasi rata-rata 10 - 20 kali per detik. Untuk batu saluran kemih (ureter) hanya 5 - 10 kali per detik. Di sini pasien perlu dibius dan kondisi jantung, paru-paru dan ginjal harus baik agar sasaran tercapai dengan sukses.

“Cara penanggulangan batu ginjal dan kemih memang bervariasi,” ujar dr. David. Yang utama dicari kasusnya, letak dan ukuran batunya. Kemudian baru ditentukan diatasi dengan cara mana yang paling tepat atau kombinasi berbagai cara. Kalau letak batu sulit dijangkau atau terlalu besar, jalan satu-satunya dengan pembedahan. Kalau ginjal yang ditumbuhi batu mulai rusak, harus diangkat, agar ginjal yang masih sehat tidak ikut rusak”. Adakalanya menurut dr. Puji, khusus dibuat jalan pintas aliran air seni bila sumbatan batu sulit atau tidak bisa dihilangkan, agar ginjal yang masih sehat tidak ikut rusak.

Kemungkinan kambuh memang bisa terjadi apabila penderita kurang memperhatikan kesehatannya. “Pada umumnya batu kandung kemih tidak kambuh lagi, tapi tidak demikian dengan dengan batu pada ginjal,” tambah dr. David. “Namun, setiap tindakan seharusnya dapat mengenyahkan batu sampai bersih,” tambah dr. Puji.” Setelah dikeluarkan batu dianalisa kembali jenisnya, penyebab terjadinya batu, bagaimana terbentuknya, dll.

Yang secara teknis sulit dihancurkan atau dibersihkan apabila letak batu jauh dari pusat saluran kemih, atau jumlahnya banyak dan tersebar. Paling repot kalau tidak mungkin dilakukan operasi besar pada diri pasien karena kondisinya lemah atau mempunyai penyakit lain. Dalam kasus seperti itu tentu sebelum tindakan dilakukan perlu dipelajari secara saksama kadar zat pembentuk batu dengan memeriksa kadar zat pembentuk dalam urine(ditampung selama 24 jam) kemudian bisa dianalisis konsentrasi adanya zat-zat tersebut. Baru kemudian tindakan apa yang paling tepat dan aman bisa dilakukan. Batu bukan organik (kalsium oksalat dan fosfat) menurut dr. David biasanya tidak bisa larut hanya dengan obat-obatan, jadi harus dilakukan tindakan seperti di atas tadi.

Usaha yang perlu ditempuh agar penyakit ini tidak kambuh a.l. dengan minum air putih yang cukup agar kencing keluar 2 - 3 sehari. “Bila perlu harus minum sebelum tidur agar malam hari kencing tidak kurang,” tambah dr. Puji. Minuman segar seperti cola atau minuman bersoda lain, tidak dianjurkan untuk mereka yang pernah mengidap batu kalsium oksalat, tapi tidak bagi batu asam urat.

Pengobatan serta pencegahan agar tidak kambuh banyak ditentukan oleh jenis batunya. Misalnya batu kalsium akibat ekskresi kalsium yang meningkat di air seni dapat dicegah atau dikurangi dengan mengurangi asupan kalsium dalam makanan seperti makanan olahan dari susu sapi, tinggi kedelai misalnya. Atau, dokter memberikan obat yang berkhasiat mengurangi ekskresi kalsium. Untuk jenis batu ekskresi asam urat biasanya diberikan obat alupurinol yang dapat mengurangi batu kambuhan dari asam urat. Karena batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam maka perlu juga pengubahan suasana keasaman misalnya dengan garam natrium bikarbonat di samping obat alupurinol tadi. Sedangkan batu yang tidak disertai adanya ekskresi kalsium atau asam urat tinggi, dicoba dengan minum banyak dulu, belum perlu obat.

Olahraga seperti jalan atau lari pagi disertai minum cukup yang menunjang kelancaran keluarnya air seni sangat dianjurkan dr. David maupun dr. Puji. Bagi seseorang yang berbakat penyakit batu ginjal atau batu kemih, hendaknya selalu memperhatikan konsumsi makanan sehari-hari. Minum air putih paling tidak 5 - 8 gelas sehari. Soto jerohan sapi, es krim, keju, milk shake, kopi, cola, memang lezat, tapi ingat, terlalu banyak makanan dan minuman nikmat tersebut akan memudahkan pembentukan batu dalam ginjal Anda!
SISTEM URINARIA

BY TAKIM

Materi : Kelainan Traumatik, Neoplasma, Kelainan skrotum dan isinya, Transplantasi ginjal.

Kelainan Traumatik GINJAL

Penyebab :
• Truma tajam atau trauma tumpul
• Dapat menjadi bagian dari multiple trauama.

Gejala klinis :
• Mungkin tidak ditemukan tanda klinis
• Bengkak dan memar daerah pinggang (swelling & bruising renal angle).
• Distensi abdomen akibat penimbunan darah atau urine,
• Dapat terjadi ileus.
• Respiratory distress akibat penekanan diafragma.
• Tahikardi dan hipotensi oleh karena hipovolemia
• Hematuri.

Diagnosis:
• Lab .urine, hematuri
• Intravenous pyelografi (IVP).
• USG.

Terapi :
Konservatif ( Conservative management).
Total bed rest.
Hemodinamik ( Nadi dan tekanan darah) di monitor
Evaluasi renal area adanya memar atau pembengkanan yang bertambah.
Produksi urine tiap hari di evalauasi.
Antibiotik dan analgesik.
Bedah (Surgical management), dilakukan bila:
• Traumanya berat dan ada pergeseran ginjal, Perdarahan yang tidak teratasi.
• Dilakukan bersama-sama laparotomi.
• Terapi konservatif tidak membaik.
• Trauma ginjal terbuka.
KELAINAN TRAUMATIK URETER

Penyebab :
Trauma tajam pada kasus multi trauma.
Cedera akibat operasi bedah atau operasi obstetry dan gynekologi.

Gejala :

  • Nyeri daerah ginjal akibat adanya sumbatan ureter
  • Olygouria / anuria.
  • Terjadi fistula, ureterovaginal fistula.

Diagnosis: IVP, USG.

Terapi :
• Parsial stenosis : dilatasi catater ureter.
• Eksplorasi, reseksi anatomose end to end.

KELAINAN TRAUMATIK KANDUNG KEMIH / BLADDER

Penyebab:
• Multiple trauma adalah penyebab paling sering menyebabkan cedera pada kandung kemih.
• Tindakan operasi : hysterektomi, operasi colon / rectum, operasi hernia / operasi vagina.
• Endoskopi.
• Spontan.

Gejala klinis
• Umum / general: Shock, Hipotensi, Tachicardi,Demam.
• Lokal: Peritonismus, bengkak dinding abdomen, Perdarahan uretra, Odem skrotum / labium, Tidak bisa buang air kecil

Diagnosis :
• Klinis: Riwayat tauma, tanda-tanda shock, tidak bisa buang air kecil, Hematuria.
• Radiology: Cystografi, foto polos abdomen dengan tanda-tanda fraktur pelvis, cystoscopy.

Terapi :
• Perbaikan hemodinamik
• Operasi
• Antibiotik

Komplikasi :
• Peritonitis
• Infeksi Pelvis dan kandung kemih
• Infeksi ginjal
• Infeksi scrotum dan epididimis
• Fistula .
• Osteitis pubis

KELAINAN TRAUMATIK URETRA
Penyebab :
• Batu uretra, benda asing
• Instrumentasi pada uretra.
• Trauma dari luar: Straddle injury, biasanya mengenai uretra anterior, Cedera tulang pelvis, mengenai uretra posterior.
• Persalinan lama
• Ruptur yang spontan (biasanya didahului oleh striktur uretra)

Gejala klinis
• Tergantung derajat kerusakan, dapat menyebabkan kesulitan atau tidak bisa buang air kecil.
• Perdarahan uretra, darah pada meatus uretra eksternus.
• Ruptur uretra posterior, pada rectal toucher ditemuka “floating prostat”.

Diagnosis: Foto Uretrografi.

Terapi: Sistosmtomi, tidak boleh dipasang kateter, Operasi uretroplasti.

KELAINAN TRAUMATIK PENIS

• Penyebab : Trauma tumpul / trauma tajam / terkena mesin pabrik.

• Gejala klinis :Hematoma pada penis disertai rasa nyeri.

• Diagnosis :Kavernosografi

• Terapi :Operasi. ( Evakuasi hematome, penjahitan tunika albugenia).

NEOPLASMA GINJAL

• Tumor ginjal merupakan tumor urogenital ketiga terbanyak setelah tumor prostat dan tumor kandung kemih.
• Tumor ginjal bisa berupa tumor primer, atau tumor sekunder dari metastase tumor lainnya.

Klasifikasi tumor ginjal
• Koteks ginjal : (Jinak : Adenoma, Lipoma, Hamartoma, Onkositoma), (Ganas ; Adenokarsinoma, Nefroblastoma)
• Sistem saluran: Jinak : Papiloma, Ganas : Tumor pelvis renalis.

NEOPLASMA SALURAN KEMIH

ADENOKARSINOMA GINJAL

Tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus proksimal ginjal.
• Nama lain tumor Grawitz, hipernefroma
• Insiden: Dekade 5-7, 3 % tumor ganas pada dewasa.

Etiologi: Banyak Faktor, Tembakau / rokok, Bahan-bahan kimia.

Gejala klinis ;
• Febris, terbebasnya pirogen endogen / nekrosis tumor
• Anemi
• Hipertensi, terjadi A-V shunt pada massa tumor
• Tanda-tanda metastasis ke paru dan hepar.

Diagnosis: Gejala klinis, IVP, USG, Ct scan Abdomen

Terapi:
• Nefrektomi, dilakukan nefrektomi radikal yaitu mengangkat ginjal beserta kapsula gerota.
• Hormonal, dengan hormon progestagen hasilnya belum banyak diketahui.
• Immmunoterapi, dengan interferon dan interleukin pemakaiannya sangat terbatas karena mahal, masih dalam uji coba.
• Radiasi eksterna, tidak efektif karena tumor tidak sensitif terhadap radiasi.
• Sitostatika, tidak banyak memberi manfaat.

NEFROBLASTOMA
Adalah tumor ginjal yang banyak menyerang anak-anak terutama pada usia kurang 10 tahun, sering pada usia 3,5 tahun.
• Sering disebut juga tumor Wilm atau karsinoma sel embrional.
• Sering diiukuti kelainan bawaan seperti :
• Aniridia
• Hemihipertropi
• Anomali organ urogenital.
• Neoplasma saluran kemih
• Nefroblastoma.

Gejala klinis :
• Anak dibawah kedokter karena perut membesar, ada bejolan diperut atas
• Kencing berdarah
• Hipertensi.

Diagnosis :
• USG, terdapat massa retropreritoneal sebelah atas.
• IVP, menunjukkan adanya distorsi sistem pelviokalises, mungkin nonvisualized.

Stadium , menurut NWTS ( National Wilm’s Tumor Study) ada 5 stadium.

1. Tumor terbatas pada ginjal, dapat dieksisi sempurna.
2. Tumor meluas kejaringan sekitar, masih dapat dieksisi sempurna.
3. Ada sisa sel tumor di abdomen yang mungkin berasal dari biopsi atau ruptur yang terjadi sebelum / selama operasi.
4. Metastase hematogen
5. Tumor bilateral.

Terapi:
• Radikal nefrektomi.
• Sitostatika, kombinasi antara Actinomisin D dengan Vincristine hasilnya cukup baik.
• Radiasi eksterna, bersifat radiosensitif.

TUMOR URETER
• Tumor ureter sangat jarang, angka kejadian kurang 1 % dari tumor urogenital, 75 % maligna.

• Gejala klinis: Nyeri pinggang,Hematuri kambuhan, Gejala obstruksi oleh tumor.

• Diagnosis: IVP (ditemukan filling defek didalam lumen ureter, hidronefrosis, atau nonvisualized ginjal), Uretroskopi (untuk melihat tumor sekaligus biopsy).

• Terapi: Nefroureterektomi, mengangkat ginjal, ureter beserta cuff buli-buli sebanyak 2 cm disekeliling muara ureter.

TUMOR BULI-BULI / KANDUNG KEMIH
Merupakan keganasan kedua setelah karsinoma prostat. Dua kali lebih banyak pada laki-laki dari wanita.

Etiologi / faktor resiko:
• Pekerjaan, pekerja dipabrik kimia, laboratorium ( senyawa amin aromatik )
• Perokok, rokok mengandung amin aromatik dan nitrosamin.
• Infeksi saluran kemih, E.Coli dan proteus Spp menghasilkan karsinogen.
• Kopi, pemanis buatan dan obat-obatan, untuk pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan resiko karsinoma buli-buli.

• Histopatologi :
• 90 % merupakan karsinoma sel transisional, selebihnya merupakan karsinoma sel squamosa dan adenokarsinoma.

Gejala klinis :
• Hematuri tanpa keluhan nyeri ( painless), kambuhan dan seluruh proses miksi.
• Retensi urine akibat, bekuan darah.
• Udema tungkai, akibat penekanan saluran limfe atau pembesaran kelenjar limfe di pelvis.

Diagnosis ;
• IVP, ditemukan filling defect, hidronefrosis bila terjadi infiltrasi tumor ke muara ureter.
• CT scan, MRI.

Terapi :
• Reseksi buli-buli,
• Sistektomi radikal.
• Instilasi intra vesika dengan obat-obat : Mitomisin C, 5 FU, Siklofospamide.
• Radiasi eksterna.

PROSTAT
• Merupakan keganasan yang terbanyak.
• Insiden meningkat karena, meningkatnya umur harapan hidup, penegakan diagnosis yang lebih baik dan kewaspadaan yang tinggi.

Etiologi :
• Predisposisi genetik
• Pengaruh hormonal, hormon androgen dari sel leydic testis dan adrenal
• Diet dan lingkungan
• Infeksi.

Gejala klinis :
• Gejala obstruksi saluran kencing, retensi urine, hematuri, hidronefrosis dan gagal ginjal.
• Keluhan akibat metastasis, nyeri pada tulang, paraplegi, fraktur patologi dan edema tungkai.

Diagnosis :
• PSA ( prostat spesifik antigen)
• USG trans rektal
• CT scan, MRI dan bone scanning.

Terapi :
• Observasi, stad awal dengan harapan hidup kurang dari 10 tahun.
• Prostatektomi radikal.
• Radiasi.
• Hormonal, menghilangkan sumber androgen dengan operasi atau medikamentosa.

T E S T I S
Biasa ditemukan pada usia 15 – 35 tahun.:

Etiologi :
• Maldescendus testis.
• Tauma testis
• Atropi /infeksi testis
• Hormonal : pemberian estrogen selama kehamilan akan meingkatkan kemungkinan terjadinya tumor testis pada anak laki yang dikandungnya.

Gejala klinis :
• Pembesaran testis, tidak nyeri, padat dan tidak menunjukkan tanda illuminasi.
• Petanda tumor:
• Alfa Feto protein suatu glikoprotein yang diproduksi oleh sel tumor.
• Human Chorionik Gonadotropin, suatu protein yang diproduksi oleh jaringan trofoblas.

Terapi :
• Tidak diperbolehkan biopsi tumor.
• Orkiektomi, Diskesi kelenjar retroperitoneal dan para aorta.
• Radiasi : jenis seminoma respon terhadap terhadap terapi, nonseminoma tidak respon
• Sitostatika : Sisplatinum, vinblastin dan Bleomisin.

TUMOR PENIS
• Tumor penis terdiri dari :
• Karsinoma sel basal.
• Melanoma
• Tumor parenkim
• Karsinoma sel squamous, yang paling banyak ditemukan. Berasal dari kulit preputium, glans dan shaft penis.

Etiologi :
• Hygiene penis yang kurang bersih.
• Sirkumsisi mengurangi kejadian karsinoma penis

Gejala klinis :
• Tumor yang kotor, berbau dan sering mengalami infeksi, ulserasi serta perdarahan.
• Pembesaran kelenjar limfe inguinal yang nyeri karena infeksi

• Diagnosis: Biopsi lesi primer, pencitraan dibutuhkan untuk menentukan penyebaran tumor.

Terapi :
• Menghilangkan lesi primer :
• Sirkumsisi, yang masih terbatas pada preputium
• Penektomi parsial, angkat tumor beserta jaringan sehat sepanjang kurang lebih 2 cm dari proksimal tumor.
• Penektomi total dan ureterotomi perineal.
• Radieasi eksterna, hasilnya tidak memuaskan.
• Topikal dengan kemoterapi
• Terapi kelenjar limfe regional, beberapa ahli menganjurkan pemberian antibiotik 4 -6 minggu, bila menghilang tidak dilakukan diseksi, tetapi bila tetap membesar dilakukan diseksi kelenjar limfe inguinal bilateral.

TESTIS MALDESENSUS
Pada masa janin testis berada di rongga abdomen dan beberapa saat sebelum bayi lahir, testis mengalami desensus testikulorum ke kantung scrotum.
• Apabila proses tidak bejalan normal maka terjadi maldesensus.

Etiologi:
• Kelainan pada gubernakulum testis.
• Kelainan intrinsik testis
• Defisisnesi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus testis.

Patofisiologi:
• Suhu rongga abdomen lebih kurang 1 0 C lebih tinggi dari suhu di dalam rongga scrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi dari testis normal. Hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis.

Gejal klinis :
• Tidak ditemukan testis di rongga scrotum.
• Kulit scrotum mengalami hipoplasi karena tidak pernah ditempati scrotum.

Diagnosis :
• Secara klinis,
• USG untuk mencari lokasi testis kadang sulit.
• Flebografi untuk mencari plexus pampiniformis.
• CT scan dan MRI

Terapi: Testis diturunkan dengan pembedahan maupun medikamentosa.

HIDROKEL
Penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis dan visceralis tunika vaginalis testis.

Etiologi :
• Belum sempurnya penutupan prosessus vaginalis
• Belum sempurnanya sistem limfatik di scrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.

Gejala klinik:
• Benjolan di scrotum tidak nyeri.
• Pemeriksaan transilluminasi positif

Diagnosis:
• Klinis dan dapat dibantu dengan USG.
• Dikenal ada 3 jenis hidrokel :
• Hidrokel testis
• Hidrokel funikuli
• Hidrokel komunikans.

Terapi :
Ditunggu sampai usia anak mencapai 1 tahun
Operasi ligasi pada anak, hidrokelektomi pada orang dewasa.

VARIKOKEL
Dilatasi abnormal dari vena plexus pampiniformis akibat gangguan aliran balik vena spermatika interna.
Kelainan 15 % pada pria.
Merupakan salah satu penyebab infetilitas pada pria ( 21 – 41 %).

Etiologi :
Penyebab secara pasti belum diketahui.

Varikokel kiri lebih sering dari verikokel kanan (70-93 %), hal ini disebabkan oleh karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan bermuara vena cava yang agak miring . Vena spermatika interna kiri lebih panjang dari yang kanan.

Gejala klinis dan diagnosis :
• Benjolan diatas testis yang agak nyeri.
• Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, kemudian palpasi scrotum, jika diperlukan pasien diminta melakukan manuver valsava, teraba bentukan seperti kumpulan cacing di dalam kantung sebelah cranial testis.

Dibedakan menjadi 3 derajat :
Kecil : varikokel dapat dipalpasi setelah manuver valsava.
Sedang : Varikokel dapat dipalpasi tanpa manuver valsava.
Besar : Varikokel dapat di lihat tanpa manuver valsava.

Terapi :
• Dilakukan bila ada indikasi terjadi gangguan spermatogenesis.
• Ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo.
• Varikokelektomi cara Ivanisevich
• Perkutan dengan memasukkan sklerosing kedalam vena spermatika interna.

TORSIO TESTIS
Adalah terpuntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis.

Patogenesis:
• Secara fisiologis m. cremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen untuk mempertahankan suhu ideal untuk testis.
• Adanya kelainan penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsi jika bergerak secara berlebihan seperti : perubahan suhu yang mendadak, ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat atau trauma yang mengenai scrotum.

Gejala klinis dan diagnosis :
• Nyeri hebat dan mendadak di scrotum disertai pembengkakan testis.
• Pemeriksaan fisik, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal dari testis kontra lateral., pada torsi yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Biasanya disertai demam.

Terapi :
• Detorsi manual, mengembalikan testis keposisi awalnya dengan memutar kearah beralawanan dengan arah torsi.
• Operasi, dilakukan orchidopeksi bila testis masih viable dan orchiectomi bila testis sudah nekrosis.

TRANSPLANTASI GINJAL
Transplantasi ginjal pada manusia dilakukan pertama kali oleh Lawler tahun 1950 di Chicago. Operasi berhasil baik, tetapi hasil hanya bertahan beberapa waktu saja.

Tahun 1954 Murray di Boston melakukan tranplantasi pada saudara kembar monozigot dan hasilnya dapat bertahan lama.

Secara tehnik bedah transplantasi dibedakan 2 macam :
1. Cara ortotopik, bila organ yang dicangkokkan dipasang pada tempat aslinya. Sementara organ asli diambil terlebih dahulu.
2. Cara heterotopik, bila organ yang dicangkokkan dipasang di tempat lain, sementara organ yang rusak tidak dikeluarkan.

• Donor untuk tranplantasi ada dua sumber: Donor hidup, Donor mayat.
• Sebelum dilakukan tranplantasi, ginjal arus diperiksa arteriogram ke dua arteri renalis untuk menentukan adanya ginjal dan dalam keadaan anatomi perdarahannya, tes – tes laboratorium untuk menentukan ke cocokan antara donor dan resipien.

Transplantasi Ginjal

• Ginjal yang dicangkokkan ditempatkan di ruang retroperitoneal di regio fossa iliaka. Vena renalis dianastomose secara ujung ke sisi dengan vena iliaka commonis. Arteri renalis langsung dianastomose secara ujung ke ujung dengan arteri iliaka interna atau secara ujung ke sisi dengan arteri iliaka communis atau iliaka eksterna. Anastomosis neoureterosistostomi di buat dengan menembus submukosa untuk mencegah refluks.
• Hasil transplantasi tergantung berbagai faktor. Ginjal donor hidup dapat bertahan lebih lama dibanding donor mayat. Tetapi kebanyakan pasien transplantasi ginjal akan membutuhkan transplantasi ke dua atau ke tiga atau terpaksa di dialisis seperti sebelumnya.

ASKEP KLIEN DENGAN HIDRONEFROSIS

Pengertian

  • Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan diginjal meningkat (Smeltzer dan Bare, 2002).
  • Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Sylvia, 1995).
  • Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak.

Etiologi
  • Jaringan parut ginjal/ureter.
  • Batu
  • Neoplasma/tomur
  • Hipertrofi prostat
  • Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra
  • Penyempitan uretra
  • Pembesaran uterus pada kehamilan (Smeltzer dan Bare, 2002).

PatofiSIologi
Apapun penyebab dari hidronefrosis, disebabkan adanya obstruksi baik parsial ataupun intermitten mengakibatkan terjadinya akumulasi urin di piala ginjal. Sehingga menyebabkan disertasi piala dan kolik ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi kompensatori), akibatnya fungsi renal terganggu (Smeltzer dan Bare, 2002).

Manifestasi Klinis
  • Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi maja disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:
  • Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
  • Gagal jantung kongestif.
  • Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).
  • Pruritis (gatal kulit).
  • Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
  • Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
  • Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
  • Amenore, atrofi testikuler.
(Smeltzer dan Bare, 2002)

Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan melindungi fungsi ginjal.
Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1). Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan cairan.
Tujuan: Volume cairan seimbang
Kriteria hasil:
  • RR dan TTV normal/stabil
  • Turgor baik, mukosa lembab
  • Intake dan output seimbang
Intervensi:
  • Timbang BB tiap tiga hari.
  • Observasi TTV
  • Beri posisi trendelenberg
  • Pantau intake dan output
  • kolaborasi pemberian diuresis
  • Cek laboratorium darah lengkap/rutin
2). Resti infeksi berhubungan dengan akses haemodialise
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
  • Tidak ada tanda-tanda infeksi
  • Tidak ada sepsis dan pus
Tindakan:
  • Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
  • Tutup luka dengan teknik aseptik
  • Monitor jika ada peradangan
  • Monitor TTV
  • Kolaborasi pemberian antibiotik
3). Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan obstruksi akut.
Tujuan: Nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria hasil:
  • Pasien tampak rileks
  • Pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
Intervensi:
  • Kaji tingkat nyeri
  • Beri penjelasan penyebab nyeri
  • Ajarkan relaksasi dan distraksi
  • Kolaborasi pemberian analgetik
4). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia
Tujuan: Kebutuhan aktivitas terpenuhi
Kriteria hasil:
  • Meningkatkan kemampuan mobilitas
  • Melaporkan penurunan gejala-gejala intoleransi aktivitas
Intervensi:
  • Kaji respon individu terhadap aktivitas, nyeri, dispnea, vertigo
  • Meningkatkan aktivitas klien secara bertahap
  • Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
5). Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah
Tujuan: Nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil:
  • Masukan per oral meningkat
  • Berat badan dalam rentang normal
Intervensi
  • Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
  • Berikan porsi makan kecil tapi sering
  • Ciptakan suasanya yang menyenangkan
  • Dukung klien untuk makan bersama anggota keluarga
Daftar Pustaka
  1. Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
  2. Price, Sylvia. 1992. Patofisiologi edisi keempat. Jakatya: EGC.
  3. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. Buku aajar keperawatan medikal bedah edisi 8. Jakarta: EGC.
HIPEREMESIS GRAVIDARUM

HIPEREMESIS GRAVIDARUM
A. Pengertian
Hiperemsis
Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan sehingga pekerjaan sehari-hari terganggu dan keadaan umum ibu menjadi buruk. (Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan, 1999).
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20 minggu, begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, terdapat aseton dalam urine, bukan karena penyakit seperti Appendisitis, Pielitis dan sebagainya (http://zerich150105.wordpress.com).
Dalam buku obstetri patologi (1982) Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan dimana seorang ibu hamil memuntahkan segala apa yang di makan dan di minum sehingga berat badannya sangat turun, turgor kulit kurang, diuresis kurang dan timbul aseton dalam air kencing (http://healthblogheg.blogspot.com).
Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai dengan muntah-muntah yang berlebihan (muntah berat) dan terus-menerus pada minggu kelima sampai dengan minggu kedua belas Penyuluhan Gizi Rumah Sakit A. Wahab Sjahranie Samarinda (http://healthblogheg.blogspot.com).

B. Etiologi
Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat inanisi.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang ditemukan :
a) Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda memimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon Khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
b) Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu tehadap perubahan ini merupakan faktor organik.
c) Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan.ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik.
d) Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran hidup. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah dapat membantu mengurangi frekwensi muntah klien (http://zerich150105.wordpress.com).

C. Patofisiologi
Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama.
Pengaruh psikologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.
Hiperemesis garavidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping faktor hormonal. Yang jelas wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang berat.Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehmgga cairan ekstraselurer dan plasma berkurang. Natrium dan Khlorida darah turun, demikian pula Khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula dan tertimbunlah zat metabolik yang toksik. Kekurangan Kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, bertambahnya frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan.
(http://zerich150105.wordpress.com).

D. Tanda Dan Gejala
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu :
a) Tingkatan I :
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistol menurun turgor kulit berkurang, lidah mengering dan mata cekung.
b) Tingkatan II :
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih berkurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi rendah, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi.
Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
c) Tingkatan III:
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dan somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu badan meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wemicke, dengan gejala : nistagtnus dan diplopia. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus adalah tanda adanya payah hati.(http://healthblogheg.blogspot.com)

E. Komplikasi
Dehidrasi berat, ikterik, takikardia, suhu meningkat, alkalosis, kelaparan gangguan emosional yang berhubungan dengan kehamilan dan hubungan keluarga, menarik diri dan depresi (http://healthblogheg.blogspot.com)

F. Pemeriksaan Diagnostik
ü USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji usia gestasi janin dan adanya gestasi multipel, mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.
ü Urinalisis : kultur, mendeteksi bakteri, BUN.
ü Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar LDH.
(http://zerich150105.wordpress.com)

G. Penatalaksanaan
Pencegahan terhadap Hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan pcnerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang flsiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, mengajurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin.
Obat-obatan
Sedativa yang sering digunakan adalah Phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan Vitamin B1 dan B6 Keadaan yang lebih berat diberikan antiemetik sepeiti Disiklomin hidrokhloride atau Khlorpromasin. Anti histamin ini juga dianjurkan seperti Dramamin, Avomin
Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang tetapi cerah dan peredaran udara yang baik. Tidak diberikan makan/minuman selama 24 -28 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejaia-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
Terapi psikologik
Perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan yang serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.

Cairan parenteral
Berikan cairan- parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan Glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter per hari. Bila perlu dapat ditambah Kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C. Bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intra vena.
Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatri bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, tachikardi, ikterus anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.

Diet
a) Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III.
Makanan hanya berupa rod kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 — 2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat - zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
b) Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang.
Secara berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi linggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan . Makanan ini rendah dalam semua zat-zal gizi kecuali vitamin A dan D.
c) Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.
Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium.

Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis Hiperemesis gravidarum sangat memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.



ASKEP HIPEREMESIS GRAVIDARUM
A. Pengkajian Keperawatan
a. Aktifitas istirahat
Tekanan darah sistol menurun, denyut nadi meningkat (> 100 kali per menit).
b. Integritas ego
Konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, perubahan persepsi tentang kondisinya, kehamilan tak direncanakan.
c. Eliminasi
Pcrubahan pada konsistensi; defekasi, peningkatan frekuensi berkemih Urinalisis : peningkatan konsentrasi urine.
d. Makanan/cairan
Mual dan muntah yang berlebihan (4 – 8 minggu) , nyeri epigastrium, pengurangan berat badan (5 – 10 Kg), membran mukosa mulut iritasi dan merah, Hb dan Ht rendah, nafas berbau aseton, turgor kulit berkurang, mata cekung dan lidah kering.
e. Pernafasan
Frekuensi pernapasan meningkat.
f. Keamanan
Suhu kadang naik, badan lemah, icterus dan dapat jatuh dalam koma
g. Seksualitas
Penghentian menstruasi, bila keadaan ibu membahayakan maka dilakukan abortus terapeutik.
h. Interaksi sosial
Perubahan status kesehatan/stressor kehamilan, perubahan peran, respon anggota keluarga yang dapat bervariasi terhadap hospitalisasi dan sakit, sistem pendukung yang kurang.
  • i. Pembelajaran dan penyuluhan
  • ü Segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi apalahi kalau belangsung sudah lama.
  • ü Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berast badan normal
  • ü Turgor kulit, lidah kering
  • ü Adanya aseton dalam urine
(http://zerich150105.wordpress.com)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan muntah berlebihan.
2. Deflsit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan.
3. Koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan psikologi kehamilan.
4. Activity intolerance berhubungan dengan kelemahan.
(http://zerich150105.wordpress.com)

C. Rencana Keperawatan
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan muntah berlebihan.
Intervensi
  1. Batasi intake oral hingga muntah berhenti.
    R/ Memelihara keseimbangan cairan elektfolit dan mencegah muntah selanjutnya.
  2. Berikan obat anti emetik yang diprogramkan dengan dosis rendah, misalnya Phenergan 10-20mg/i.v.
    R/Mencegah muntah serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
  3. Pertahankan terapi cairan yang diprogramkan.
    R/Koreksi adanya hipovolemia dan keseimbangan elektrolit
  4. Catat intake dan output.
    R/Menentukan hidrasi cairan dan pengeluaran melului muntah.
  5. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
    R/Dapat mencukupi asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh
  6. Anjurkan untuk menghindari makanan yang berlemak
    R/dapat menstimulus mual dan muntah
  7. anjurkan untuk makan makanan selingan seperti biskuit, roti dan the (panas) hangat sebelum bagun tidur pada siang hari dan sebelum tidur
    R/Makanan selingan dapat mengurangi atau menghindari rangsang mual muntah yang berlebih
  8. Catal intake TPN, jika intake oral tidak dapat diberikan dalam periode tertentu.
    R/Untuk mempertahankan keseimbangan nutrisi.
  9. Inspeksi adanya iritasi atau Iesi pada mulut.
    R/Untuk mengetahui integritas inukosa mulut.
  10. Kaji kebersihan oral dan personal hygiene serta penggunaan cairan pembersih mulut sesering mungkin.
    R/Untuk mempertahankan integritas mukosa mulut
  11. Pantau kadar Hemoglobin dan Hemotokrit
    R/ Mengidenfifikasi adanya anemi dan potensial penurunan kapasitas pcmbawa oksigen ibu. Klien dengan kadar Hb < class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_337">dl atau kadar Ht < class="blsp-spelling-error" id="SPELLING_ERROR_340">dipertimbangkan anemi pada trimester I.
  12. Test urine terhadap aseton, albumin dan glukosa..
    R/ Menetapkan data dasar ; dilakukan secara rutin untuk mendeteksi situasi potensial resiko tinggi seperti ketidakadekuatan asupan karbohidrat, Diabetik kcloasedosis dan Hipertensi karena kehamilan.
  13. Ukur pembesaran uterus
    R/Malnutrisi ibu berdampak terhadap pertumbuhan janin dan memperberat penurunan komplemen sel otak pada janin, yang mengakibatkan kemunduran pcrkembangan janin dan kcmungkinan-kemungkinan lebih lanjUT

  14. 2) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan Intervensi Dan Rasional


    1Tentukan frekuensi atau beratnya mual/muntah.
    Memberikan data berkenaan dengan semua kondisi. Peningkatan kadar hormon Korionik gonadotropin (HCG), perubahan metabolisme karbohidrat dan penurunan motilitas gastrik memperberat mual/muntah pada trimester
    2.Tinjau ulang riwayat kemungkinah masalah medis lain (misalnya Ulkus peptikum, gastritis.
    Membantu dalam mengenyampingkan penyebab lain untuk mengatasi masalah khusus dalam mengidentifikasi intervensi.

    3.Kaji suhu badan dan turgor kulit, membran mukosa, TD, input/output dan berat jenis urine. Timbang BB klien dan bandingkan dengan standar
    Sebagai indikator dalam membantu mengevaluasi tingkat atau kebutuhan hidrasi.

    4.Anjurkan peningkatan asupan minuman berkarbonat, makan sesering mungkin dengan jumlah sedikit. Makanan tinggi karbonat seperti : roti kering sebelum bangun dari tidur.
    Membantu dalam meminimalkan mual/muntah dengan menurunkan keasaman lambung.

    3) Cemas berhubungan dengan Koping tidak efektif; perubahan psikologi kehamilan
    Intervensi Dan Rasional
    No
    Intervensi
    Rasional

    1.Kontrol lingkungan klien dan batasi pengunjung
    Untuk mencegah dan mengurangi kecemasan

    2.Kaji tingkat fungsi psikologis klien
    Untuk menjaga intergritas psikologis

    3.Berikan support psikologis
    Untuk menurunkan kecemasan dan membina rasa saling percaya

    4.Berikan penguatan positif
    Untuk meringankan pengaruh psikologis akibat kehamilan

    5.Berikan pelayanan kesehatan yang maksimal
    Penting untuk meningkatkan kesehatan mental klien

    4) Activity intolerance berhubungan dengan kelemahan
    Intervensi Dan Rasional
    No
    Intervensi
    Rasional

    1.Anjurkan klien membatasi aktifitas dengan isrirahat yang cukup.
    . Menghemat energi dan menghindari pengeluaran tenaga yang terus-menerus untuk meminimalkan kelelahan/kepekaan uterus

    2..Anjurkan klien untuk menghindari mengangkat berat.
    Aktifitas yang ditoleransi sebelumnya mungkin tidak dimodifikasi untuk wanita beresiko.

    3.Bantu klien beraktifitas secara bertahap
    Aktifitas bertahap meminimalkan terjadinya trauma seita meringankan dalam memenuhi kebutuhannya.

    4. Anjurkan tirah baring yang dimodifikasi sesuai indikasi
    Tingkat aktifitas mungkin periu dimodifikasi sesuai indikasi.
    (http://zerich150105.wordpress.com)
    D. EVALUASI
    ü Mual dan mutah tidak ada lagi.
    ü Keluhan subyektif tidak ada.
    ü Tanda-tanda vital baik.